Awal tahun lalu, Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menempatkan Rudal Typhon di Filipina, langkah ini dianggap sebagai keputusan penting bagi Washington. Jenderal senior AS, Mayor Jenderal Marcus Evans, secara langsung mengungkapkan pentingnya keputusan tersebut dalam wawancara di Manila. Menurut Evans, sistem rudal Typhon memungkinkan pasukan AS dan Filipina untuk melakukan latihan gabungan dan persiapan untuk potensi penggunaan persenjataan canggih di masa mendatang.
Rudal Typhon dipandang sebagai bagian vital dari kerja sama militer di kawasan Indo-Pasifik, terutama dalam konteks meningkatnya ketegangan dengan China. Meskipun awalnya dijadwalkan untuk meninggalkan Filipina, sistem ini kemudian diputuskan akan tetap berada di sana tanpa batas waktu, meskipun mendapat keberatan dari China. Sistem ini menggunakan Rudal Standar-6 (SM-6) jarak menengah dan Rudal Serang Darat Tomahawk.
Keberadaan sistem rudal ini terkait erat dengan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) antara AS dan Filipina, yang memungkinkan pasukan AS untuk mengakses pangkalan militer Filipina. Langkah ini merupakan respons atas tekanan yang diterima Filipina dari China terkait sengketa teritorial di Laut Cina Selatan. China sendiri mengritik keberadaan rudal AS di kawasan tersebut, menyebutnya dapat merusak perdamaian dan memperkeruh ketegangan.
Evans menegaskan bahwa kerja sama militer antara AS dan Filipina akan terus meningkat, terutama melalui latihan gabungan seperti Salaknib, yang akan menampilkan teknologi canggih AS. Latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesiapan tempur dan akan melibatkan peningkatan cakupan serta penggunaan peralatan baru. Ini menunjukkan bahwa kerja sama militer kedua negara akan terus berkembang dengan tujuan mempertahankan keamanan dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.