“Trump Memerintahkan Deportasi Mahasiswa Asing Pro-Palestina”

by -25 Views

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan kebijakan kontroversial dengan mengancam untuk mendeportasi mahasiswa asing yang terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina di kampus-kampus AS. Langkah ini langsung memicu kecaman dari berbagai organisasi yang memperjuangkan kebebasan berbicara dan hak-hak Muslim. Dalam perintah eksekutif yang ditandatangani pada Rabu (29/1/2025), Trump menegaskan bahwa pemerintah federal akan menggunakan “semua alat hukum yang tersedia dan sesuai” untuk menindak dan mengusir pelaku “pelecehan dan kekerasan anti-Semitisme yang melanggar hukum”.

Lembar fakta yang dirilis oleh Gedung Putih menyatakan bahwa tindakan keras ini akan mencakup “semua” pemegang visa pelajar yang terlibat dalam “protes pro-jihadis” di kampus-kampus universitas. Trump bahkan menyatakan bahwa visa pelajar para simpatisan Hamas di kampus-kampus perguruan tinggi akan segera dibatalkan. Namun, belum jelas bagaimana otoritas akan menafsirkan definisi seperti “anti-Semitisme” dan “pro-jihadis”. Beberapa organisasi hak asasi manusia mulai mengutarakan kecaman terhadap perintah ini, dengan menyebutnya sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara.

Sejumlah protes pro-Palestina meletus di puluhan kampus universitas di AS ketika Israel terlibat dalam konflik di Gaza. Demonstrasi ini tersebar di universitas-universitas ternama seperti Harvard, Yale, dan Columbia, memicu perdebatan sengit serta tuduhan balasan tentang anti-Semitisme dalam pendidikan tinggi. Meskipun mahasiswa Yahudi melaporkan tindakan kekerasan selama protes, mahasiswa dan aktivis pro-Palestina menuduh otoritas universitas menggunakan tuduhan anti-Semitisme sebagai alat untuk menekan kritik yang sah terhadap Israel.

Semua perintah eksekutif ini akhirnya menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat, dengan beberapa pihak menilai bahwa pembatalan visa pelajar seharusnya tidak digunakan untuk ‘menghukum’ atau menyaring ide-ide yang tidak disukai oleh pemerintah federal. Kelompok advokasi FIRE bahkan menegaskan bahwa jika perintah eksekutif tersebut melewati batas aktivitas ilegal dan menghukum mahasiswa hanya karena protes atau ekspresi yang dilindungi oleh Amandemen Pertama, maka perintah itu harus ditarik kembali.