Ketegangan antara Rusia dan Ukraina dilihat oleh sebagian analis sebagai awal dari Perang Dunia Ketiga (PD 3). Ini disebabkan oleh keterlibatan beberapa negara Barat anggota aliansi militer NATO yang memberikan bantuan kepada Ukraina.
Propaganda nuklir telah diluncurkan oleh Moskow, mengancam akan meluncurkan senjata berbahaya jika Barat melakukan intervensi langsung di Ukraina yang dianggap membahayakan Rusia. Sejarawan militer Jenderal Sir Patrick Sanders menyebutkan bahwa potensi kekalahan Rusia di jangka panjang membuat Putin mungkin akan menggunakan senjata nuklir jika diperlukan.
Sanders mengatakan bahwa negara Barat memiliki waktu hingga akhir dekade ini untuk mempersenjatai diri secara memadai agar mampu menangkal serangan Rusia terhadap wilayah NATO, yang kemungkinan akan memicu serangan Rusia terhadap negara-negara NATO.
Selama perang, propaganda dari Moskow telah mempersiapkan rakyat Rusia untuk menggunakan senjata nuklir, yang menjadi ancaman bagi negara-negara NATO, terutama yang berdekatan dengan Rusia dan Ukraina seperti Lithuania dan Polandia.
Di sisi lain, Rusia terus memperkuat peran globalnya, memperkuat aliansi dengan Iran, India, dan China. China bahkan mengirim pasukannya ke Belarus, yang merupakan proksi dari Rusia, untuk mengikuti latihan terorisme bersama setelah Belarus bergabung dengan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO).
Pada saat yang sama, Perdana Menteri India Narendra Modi menyambut Putin dengan hangat saat kunjungan kenegaraan di Rusia. Hal ini membuat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merasa kesal.
Erosi kepemimpinan Barat juga mulai terasa, dengan peningkatan risiko keamanan di Eropa setelah Ukraina bergabung dengan NATO dan situasi di Gaza memicu debat di Eropa.
Para pakar menyatakan bahwa konflik bersifat terpisah di seluruh dunia saat ini, namun membawa risiko signifikan bagi komunitas internasional. Analisis juga menunjukkan bahwa tatanan aturan yang dipimpin Barat mulai melemah dan ketidakpastian tentang penggantinya semakin meningkat.