Jakarta, CNBC Indonesia – Israel mulai melemah di perang Gaza. Sejumlah hal ini membuktikannya.
Dalam update terbaru dikutip Rabu (3/7/2024), pemerintah Israel berencana untuk menarik pasukan tambahan. Menteri Pertahanan Yoav Gallant Senin waktu setempat memaparkan bahwa tentara Israel membutuhkan 10 ribu personel lagi untuk melanjutkan perang di Gaza.
Ia mengatakan saat ini tentara akan merekrut 4.800 tentara dari laki-laki ultra-Ortodoks (Haredi). Padahal biasanya, mereka dihindarkan dari wajib militer.
“Tentara (Israel) membutuhkan 10.000 tentara lagi segera,” kata Gallant dalam pernyataan yang disiarkan oleh Radio Angkatan Darat selama sesi Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset dikutip Anadolu Agency.
Mahkamah Agung Israel memang telah menyetujui masuknya kelompok Yahudi Haredi ke dalam wajib militer. Keputusan ini diambil mengingat Angkatan Bersenjata Israel kewalahan dalam menghadapi perang multi-front dengan Hamas di Gaza dan persiapan perang dengan Hizbullah di Lebanon.
“Pada puncak perang yang sulit, beban ketidaksetaraan menjadi semakin akut,” demikian isi keputusan pengadilan yang diambil dengan suara bulat.
Di Israel, kebanyakan warga Yahudi terikat oleh hukum untuk bertugas di militer sejak usia 18 tahun, selama tiga tahun untuk pria dan dua tahun untuk wanita. Namun sebanyak 21% anggota minoritas Arab di Israel dan pemuda ultra-Ortodoks dikecualikan dari aturan ini.
Dengan adanya peraturan wajib militer baru ini, kelompok ultra-Ortodoks pun bereaksi. Sejumlah warga salah satu cabang Ultra Ortodoks Yahudi, Haredi, turun ke jalan di wilayah Mea Sharim untuk menolak keputusan Mahkamah Agung Israel yang memasukkan mereka dalam daftar pihak yang diwajibkan mengikuti wajib militer.
“Kami tidak akan mendaftar (wajib militer). Sejak awal berdirinya negara (Israel), kami tidak mendaftar. Sekarang mereka ingin memaksa kami (melayani) dengan paksa. Itu tidak akan pernah berhasil,” kata seorang warga Yahudi ortodoks, Yosef, kepada CNN International.
“Dalam negara demokratis tidak banyak yang bisa mereka lakukan selain memenjarakan kami. Kami tidak takut penjara. Kami menertawakan penjara… dan semakin banyak orang yang masuk penjara, semakin banyak demonstrasi yang akan terjadi di negara ini,” tambahnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya tengah berada dalam situasi sulit. Pasalnya, Israel saat ini terlibat dalam perang di berbagai front, tetapi di waktu bersama juga mendapat tekanan internasional.
Menurut penyiar publik Israel KAN, Netanyahu mengatakan Israel kini ‘berperang’ di selatan di Jalur Gaza dengan Hamas lalu di Yudea dan Samaria alias Tepi Barat. Ia juga merujuk Lebanon dengan Hizbullah.
“Israel berperang di berbagai front sementara tekanan internasional yang berat diberikan kepada kami,” katanya setelah penilaian keamanan di markas Komando Pusat Angkatan Darat di Yerusalem beberapa hari lalu, menurut surat kabar The Times of Israel yang dikutip Anadolu Agency.
Warga Israel Kabur
Sementara itu, lebih dari setengah juta warga Israel kini meninggalkan negaranya dan tidak kembali. Ini berlangsung selama enam bulan pertama perang Israel dan Hamas pecah di Gaza.
Mengutip Times of Israel, data didapat dari badan resmi, Otoritas Kependudukan Israel. Setidaknya sejak Oktober 2023, kala perang pecah, ada 550.000 warga yang pergi hingga April 2024.
Dikatakan awalnya migrasi itu adalah “pelarian sementara” warga Israel selama perang atau kemungkinan kesulitan teknis untuk kembali. Tapi kini, hal itu menjadi tren permanen alias migrasi tetap.
Kepergian warga ini bisa terjadi dengan mudah di Israel karena kebanyakan masyarakat memiliki kewarganegaraan ganda. mereka memiliki setidaknya satu kewarganegaraan lain selain kewarganegaraan Israel.
Biro Pusat Statistik Israel mencatat populasi Israel mencapai 9,9 juta jiwa, hingga April. Ini juga termasuk lebih dari 2 juta warga Palestina, 400.000 warga Palestina di Yerusalem Timur, dan 20.000 warga Suriah di Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Update Korban Gaza
Di sisi lain, total 37.900 warga sipil telah tewas di Gaza, di mana 23 orang lagi meregang nyawa dalam serangan terbaru Israel, Selasa. Kementerian Kesehatan Gaza juga melaporkan bahwa sejak Oktober hingga kini total 87.060 orang terluka.
“Serangan Israel menewaskan 23 orang dan melukai 91 lainnya dalam tiga ‘pembantaian’ terhadap keluarga dalam 24 jam terakhir,” kata kementerian itu.
“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” tambahnya.
Dewan Keamanan PBB sebenarnya telah menuntut gencatan senjata segera. Lebih dari delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur belum lagi blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan terbarunya badan itu juga memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.
Selain Rafah, kini serangan Israel terjadi di Shajaia dan Gaza tengah.
[Link Video: Siaga Perang Baru di Arab! Negara-negara Evakuasi, 3 Pihak Terlibat]
(sef/sef)