Presiden Indonesia ke-5 dan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, merayakan peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (1/6/2024). Selama di Ende, Megawati direncanakan bakal napak tilas mengunjungi tempat bersejarah kelahiran Pancasila. Salah satunya adalah Rumah Soekarno yang jadi tempat pengasingan selama dihukum pemerintah kolonial Belanda. Kunjungan Megawati ke Ende mengingatkan kembali memori bahwa wilayah tersebut punya kedudukan penting dalam sejarah Indonesia. Sebab, di sanalah Soekarno merenungkan ideologi Indonesia di masa depan yang kini kita kenal sebagai Pancasila.
Perlu diketahui, kedatangan Soekarno ke Ende merupakan sebuah paksaan dari pemerintah kolonial. Intensitas politik dan kritikan besar Soekarno kepada pemerintah membuat dirinya dianggap berbahaya. Berbagai upaya membungkam mulut Soekarno, seperti pemenjaraan, tak bisa menghentikan langkahnya. Akibatnya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bonifacius Cornelis de Jonge (1931-1936) memilih mengasingkan Putra Sang Fajar ke Ende. Keputusan itu keluar pada 28 Desember 1933. Di Ende, Soekarno sadar bahwa kota ini sangat sepi. Penduduknya hanya 5 ribu orang. Tak ada aktivitas politik. Bahkan, penduduk Ende pun tak bisa baca-tulis.
Di Ende, Soekarno juga kesulitan mengakses dunia luar. Dia tak punya telepon, tak juga punya telegraf. Satu-satunya akses ke dunia luar hanya lewat dua buah kapal pos yang keluar masuk sebulan sekali. Pada kondisi ini, Soekarno merasakan kesepian. Meski begitu, kesepian itulah yang membuat Soekarno bisa berkontemplasi soal masa depan Indonesia. Dalam otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (1965), Soekarno cerita, dirinya menganggap pengasingan di Ende merupakan sarana mendekati rakyat jelata.
Rakyat jelata tentu memiliki profesi, kebudayaan, dan kepercayaan beragam. Pada titik ini, Soekarno memahami dan makin yakin Indonesia sebenarnya negara plural. Selain itu, keberagaman itu membuat pikiran Soekarno terbuka bahwa situasi ekonomi di berbagai wilayah juga beragam. Atas dasar ini, dia memikirkan perekat yang bisa mempersatukan keberagaman Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan warga.
Pemikiran-pemikiran seperti ini biasa dipikirkan pria kelahiran 6 Juni 1901 itu di bawah pohon sukun dekat rumahnya. Pohon itu berada di atas bukit yang menghadap teluk. Dengan posisi demikian, Soekarno merasa nyaman dan sering melamun. Dia membiarkan pemikirannya berjalan seraya menikmati pemandangan.
Dari renungan itu, Soekarno melahirkan nilai-nilai kehidupan. Buah dari renungan itulah melahirkan tiap butir nilai kehidupan dalam Pancasila yang jadi dasar negara Indonesia. Atas dasar ini, Ende kerap disebut sebagai Kota Pancasila. Kini, pohon bersejarah tersebut sudah mati pada 1970-an. Pemerintah menanam ulang pohon itu dan disebut Pohon Pancasila.