Pemerintah Israel yang dipimpin PM Benjamin Netanyahu menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza dengan imbalan pembebasan para sandera oleh Hamas. Pemungutan suara dilakukan Rabu (22/11/2023) waktu setempat, sekitar pukul 03.00, setelah lebih dari enam jam diskusi antara anggota kabinet. Mengutip CNN International, Israel akan menyetop serangan selama empat hari. Hamas pun akan membebaskan 50 sandera per hari, rata-rata perempuan dan anak. Melalui sebuah pernyataan resmi, pemerintah Israel juga menyatakan kemungkinan gencatan senjata akan diperpanjang. Untuk setiap tambahan 10 sandera yang dibebaskan, jeda akan diperpanjang satu hari lagi. “Pemerintah Israel berkomitmen untuk memulangkan semua sandera. Malam ini, mereka menyetujui usulan kesepakatan sebagai tahap pertama untuk mencapai tujuan ini,” kata pemerintah dimuat Reuters. Namun, pemerintah Netanyahu memperjelas pula bahwa pihaknya akan melanjutkan perang, baik dari udara dan darat, setelah seluruh sandera dibebaskan. Hamas, menurut pemerintah Israel, harus dihancurkan. Sayangnya, pernyataan tersebut tidak menyebutkan pembebasan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Meskipun ini diyakini sebagai bagian penting dari kesepakatan yang dimediasi pemerintah Qatar itu. Israel diketahui juga menahan sekitar 150 warga Palestina. Mereka yang harus dibebaskan adalah perempuan dan anak-anak. Sekitar 240 orang diyakini diculik dalam serangan Hamas tanggal 7 Oktober. Israel pun mengklaim kelompok bersenjata Hamas membunuh sekitar 1.200 orang kala itu. Pemerintah Netanyahu kemudian menggempur Gaza selama lebih dari sebulan. Serangan itu membunuh 14.100 lebih warga sipil, 6.000 anak-anak dan 4.000 wanita. Desakan gencatan senjata terus disuarakan sejumlah pihak. Akibat perang di Gaza ini, dukungan terhadap Israel di publik AS merosot, beberapa negara dunia memutus hubungan dan memanggil kembali diplomat karena menganggapnya di luar batas dan genosida. Sebelumnya Hamas telah membebaskan empat tawanan atas pasar kemanusiaan. Mereka adalah warga AS Judith Raanan (59) dan putrinya, Natalie Raanan (17) pada 20 Oktober, serta perempuan Israel Nurit Cooper (79) dan Yocheved Lifshitz (850 pada 23 Oktober. “Kami sebelumnya menyatakan kesediaan kami untuk melepaskannya karena alasan kemanusiaan, namun musuh (Israel) mengulur waktu dan hal ini menyebabkan kematiannya,” kata sayap militer Palestina Jihad Islam yang terkait Hamas, Brigade Al Quds, di saluran Telegramnya.