Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% menjadi 12% tidak akan signifikan mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal ini dipastikan berdasarkan dampak inflasi yang rendah atas kenaikan PPN menjadi 12% mulai awal tahun depan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyatakan bahwa inflasi saat ini berada pada angka rendah 1,6%. Dampak dari kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% diperkirakan hanya sebesar 0,2%, dengan inflasi tetap terjaga rendah sesuai target APBN 2025.
Menurut Dwi, kenaikan PPN tidak akan secara signifikan memengaruhi daya beli masyarakat, mengutip bahwa kenaikan tarif sebelumnya dari 10% menjadi 11% tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa atau tergerusnya daya beli masyarakat. Meskipun di tahun 2022 inflasi mencapai 5,51% akibat faktor global dan kebijakan harga BBM pasca pandemi Covid-19, namun tingkat inflasi pada periode 2023-2024 berada pada kisaran 2,08%.
Namun, pandangan dari pengusaha dan bankir berbeda, di mana kenaikan PPN menjadi 12% diprediksi berdampak pada daya beli masyarakat. Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk, Efdinal Alamsyah, memperkirakan bahwa kenaikan PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa, menekan daya beli masyarakat, dan berpotensi mengurangi permintaan kredit konsumer. Sementara itu, Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk, Welly Yandoko, melihat bahwa kenaikan PPN menjadi tantangan terutama bagi penjualan properti primary di tahun 2025.
Co-Founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami, mengakui bahwa kenaikan tarif PPN sebagai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan dialokasikan ke sektor-sektor penting. Benny menekankan perlunya pemantauan yang hati-hati terhadap daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah bawah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Meskipun memiliki potensi positif, masyarakat perlu mempersiapkan diri menghadapi dampak kenaikan PPN dengan baik, terutama di masa transisi awal di mana harga barang cenderung naik.