Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah bukti daya beli masyarakat Indonesia tengah melemah terungkap dalam Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 43 edisi September 2024. KSK itu dipublikasikan Bank Indonesia.
Dalam KSK itu, disebutkan pelemahan daya beli masyarakat saat ini menjadi salah satu penyebab perlambatan kinerja UMKM per Kuartal I-2024. Perlambatan kinerja UMKM itu tercermin dari Indeks Kinerja UMKM Semester I-2024.
Dalam indeks kinerja UMKM pada semester I 2024 tercatat sebesar 139,6, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 142,1.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perlambatan kinerja UMKM dalam KSK No. 43 disebutkan antara lain meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan baku yang berdampak pada penurunan volume produksi dan omzet UMKM, hingga penurunan daya beli.
“Penurunan daya beli masyarakat menengah ke bawah turut mengurangi permintaan terhadap produk UMKM terutama di segmen mikro,” dikutip dari dokumen KSK No. 43, Rabu (2/10/2024).
Penurunan permintaan produk UMKM juga disebutkan dalam buku kajian itu terjadi. Tercermin dari sisi volume produksi, penjualan, dan omset, berdampak pada perlambatan kebutuhan kredit UMKM di semester I-2024.
Berdasarkan Survei Kinerja UMKM yang dilakukan BI terhadap 750 UMKM Binaan BI dan Kementerian atau Lembaga, disebutkan bahwa UMKM yang tidak membutuhkan kredit per semester I-2024 porsinya membengkak menjadi sebesar 50,3%, dari sebelumnya semester I-2023 sebesar 41,2%.
Di sisi lain, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) UMKM meningkat dari sebesar 3,71% pada Semester I-2023 menjadi 4,04% pada semester I-2024.
“Secara sektoral, tren peningkatan risiko kredit juga terjadi hampir di semua sektor ekonomi, termasuk sektor perdagangan, pertanian, dan industri yang merupakan pangsa terbesar kredit UMKM,” sebagaimana tertulis dalam KMK No. 43.
Dalam buku kajian itu, BI juga mengungkapkan bahwa pembiayaan UMKM oleh Perusahaan Pembiayaan (PP) tumbuh melambat yang berasal dari segmen kendaraan bermotor, khususnya mobil pengangkutan yang hanya tumbuh 3,76%, kendaraan bermotor roda empat baru 9,95%, dan kendaraan bermotor roda dua bekas yang bahkan anjlok hingga minus 0,03%.
“Kondisi tersebut dipengaruhi oleh penurunan permintaan tersebut dipengaruhi oleh penurunan permintaan konsumen terhadap kendaraan bermotor sebagai imbas penurunan daya beli dan selective lending yang dilakukan oleh PP,” tulis BI dalam KMK No. 43.
Dalam acara peluncuran KMK No. 43 itu, Asisten Gubernur yang juga merupakan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro juga telah mengakui bahwa ada permasalahan daya beli masyarakat yang menyebabkan sisi permintaan pembiayaan atau kredit masih perlu terus didorong untuk mencapai target kredit 10-12%.
“Ternyata untuk mencapai pertumbuhan kredit ini demand sidenya yang perlu didorong. Dari sisi supply-nya itu udah enggak kurang-kurang malah over supply, tapi dari sisi demand that’s why harus didukung,” ujarnya.
“Ini menunjukkan pentingnya kita dari sisi dunia usaha maupun insentif-insentif dari sisi regulator untuk bisa beri stimulus agar dari sisi demand bisa menopang atau catch up pembiayaan yang sudah disediakan dari sisi perbankan dan sektor keuangan,” tegas Solikin.
(bah/haa)