Ombudsman RI mempertimbangkan adanya ketidakjelasan dalam harga bawang putih secara nasional saat ini. Meskipun pengaruh nilai tukar rupiah dan harga global diakui, namun keanehan terjadi pada perbedaan antara biaya landed dengan harga konsumen.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan bahwa harga bawang putih di negara asalnya, China, sedang tinggi. Ia juga mencatat bahwa nilai tukar rupiah memengaruhi harga bawang putih di dalam negeri karena lebih dari 90% dari kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi melalui impor.
Meskipun begitu, Yeka berpendapat bahwa kenaikan tersebut seharusnya tidak membuat harga bawang putih di pasaran atau konsumen mencapai Rp42.000-Rp50.000 per kg. Hal ini disebabkan biaya landed cost untuk bawang putih berada di kisaran Rp23.000-Rp24.000 per kg. Dengan demikian, terdapat selisih yang besar antara landed cost dan harga konsumen.
Yeka menyebutkan bahwa biasanya, saat tidak terjadi kenaikan harga di negara asal impor, harga landed cost bawang putih berada di kisaran Rp19.000-Rp20.000 per kg. Dengan adanya perbedaan yang signifikan antara biaya landed dan harga konsumen, ia mengajukan pertanyaan apakah hal ini terjadi karena pelaku usaha memperoleh keuntungan besar.
Namun, Ombudsman merasa tidak tertarik untuk mendalami investigasi lebih lanjut mengingat adanya potensi korupsi tinggi dalam impor bawang putih. Yeka menilai bahwa hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum.
Secara lebih lanjut, dengan harga bawang putih yang tinggi di China, ia mengemukakan bahwa idealnya harga bawang putih di tingkat konsumen tidak boleh lebih dari Rp35.000 per kg. Angka ini sudah mencakup harga rata-rata nasional.
Berdasarkan data harga Badan Pangan, harga bawang putih secara nasional per tanggal 4 April 2024 naik menjadi Rp42.090 per kg dibandingkan dengan satu pekan sebelumnya.