Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan perkembangan terbaru mengenai keputusan perpanjangan moratorium tarif bea cukai atas transmisi digital dalam perdagangan elektronik (e-commerce).
Seperti yang diketahui, Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) telah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan ini hingga 31 Maret 2026. Barang transmisi digital meliputi musik digital, e-book, dan film.
“Ada satu hal yang bisa kami update, dinamika yang cukup bagus terkait moratorium di WTO kemarin. Hasilnya sangat baik bahwa setelah cukup lama kita negosiasi dengan banyak negara, sekarang kita punya perkembangan cukup baik tentang barang digital,” ungkap Kepala BKF Febrio Kacaribu, dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (25/3/2024).
Menurut Febrio, dalam pembicaraan intensif di WTO, Indonesia mendapatkan banyak masukan dan pandangan dari negara lain, bukan hanya soal bea masuk dan keluar. Kemudian, perspektifnya tidak hanya sebagai negara pasar tetapi negara produsen, serta perkembangan ekonomi digital di negara-negara berkembang lainnya.
India, Indonesia, dan Afrika Selatan adalah beberapa negara yang paling menentang moratorium yang telah diberlakukan sejak tahun 1998. Bagi Indonesia, India, dan Afrika Selatan, kebijakan WTO tersebut tidak memberikan sumber pendapatan yang berharga bagi negara-negara berkembang, namun memberikan manfaat bagi negara-negara maju.
WTO, yang memfasilitasi dan mengatur perdagangan, telah berjanji terus memperbarui moratorium tersebut. Namun, badan tersebut membutuhkan konsensus mengenai keputusan-keputusan penting, dan terdapat perbedaan pendapat. Terlepas dari hasil minggu ini, permasalahan atau konsekuensinya tampaknya akan tetap menjadi fokus.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Wakil Menteri Perdagangan Melawan Uni Eropa di WTO Soal Baja Nirkarat
(haa/haa)