Jakarta, CNBC Indonesia – Pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat pada penghujung 2023. Pemerintah pun akan mengevaluasi program pemberian bantuan sosial setelah Maret 2024, yang ditujukan untuk menopang daya beli masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2023 hanya tumbuh 4,47% secara tahunan atau year on year (yoy), turun dari kuartal III-2023 sebesar 5,05% yoy, dan kuartal IV-2022 sebesar 4,5%.
Sepanjang 2023 atau secara kumulatif (cumulative to cumulative/ctc) level konsumsi rumah tangga bahkan hanya tumbuh 4,82%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan sepanjang 2022 yang sebesar 4,94%.
“Dari segi kelas menengah ke bawah pemerintah ganjal dengan bansos agar daya beli bisa tertahan, dan inflasi bisa lebih rendah sehingga diharapkan market confidence,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Pemerintah menilai, menurunnya tingkat konsumsi masyarakat itu disebabkan sentimen negatif terhadap ketidakpastian ekonomi pada tahun politik seperti saat ini, khususnya untuk kelas masyarakat kelas menengah ke atas.
Maka, mereka mengalihkan belanja ke instrumen investasi ketimbang mengeluarkan uangnya untuk belanja. Oleh sebab itu, untuk kelas ini pemerintah tidak berencana memberikan stimulus berupa bansos, melainkan hanya memberikan kepastian stabilitas ekonomi.
“Karena biasanya mereka less spending kalau merasa ke depan ada ketidakpastian, mereka akan menabung, oleh karena itu kepastian jadi penting terutama proses politik berjalan lancar,” tutur Airlangga.
Sementara itu, untuk program-program bansos yang digelontorkan, termasuk bansos berupa bantuan langsung tunai (BLT) mitigasi risiko pangan yang baru diperkenalkan tahun ini akan tetap dikeluarkan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, namun tergantung hasil evaluasi tiga bulan.
“Stimulus kita evaluasi 3 bulan, kita kan akan masuki hari besar keagamaan jadi jelang Idul Fitri, bulan puasa kita lihat lagi seberapa jauh daya beli masyarakat, seberapa jauh tingkat ketidakpastian dan fluktuasi harga, dan pemerintah akan evaluasi kebijakan yang diberikan baik itu BLT maupun bansos lain,” tutur Airlangga.
Sebagai informasi, pada Februari ini, Presiden Jokowi mengeluarkan program bansos berupa BLT dengan nama BLT Mitigasi Risiko Pangan. Anggaran yang dibutuhkan untuk bansos ini mencapai Rp 11,2 triliun. Akan ada 18,8 juta orang yang akan menerima bansos sebanyak Rp 600 ribu.