Laos dilanda krisis setelah kesulitan membayar utang dari China. Hal ini merupakan akumulasi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. China menjadi investor asing terbesar di Laos sejak akhir tahun 2013 dan pengaruhnya terus meroket. Mayoritas utang publik Laos berasal dari Beijing karena kesepakatan infrastruktur di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China.
Laos meminjam miliaran dolar dari pemerintahan Presiden Xi Jinping untuk membiayai jalur kereta api, jalan raya, dan bendungan pembangkit listrik tenaga air. Kombinasi kenaikan harga pangan dan bahan bakar di seluruh dunia, ditambah krisis mata uang, telah menyebabkan kip Laos terdepresiasi hingga mencapai rekor terendah terhadap dolar AS, sehingga memicu inflasi.
Pemerintah telah menerapkan beberapa langkah stabilitas. Namun tanpa kesepakatan pengurangan utang yang jelas dengan China, kesulitan keuangan Laos kemungkinan besar tidak akan mereda.
China memberikan keringanan utang jangka pendek yang signifikan kepada Laos dari tahun 2020 hingga 2022. Namun China tidak bersedia mengurangi utangnya dan Laos harus melakukan diversifikasi investasi asing.
Beberapa laporan media memperingatkan akan adanya jebakan utang – sebuah skenario di mana Beijing akan menyita aset-aset infrastruktur yang berharga di Laos – jika negara tersebut mengalami gagal bayar atau tidak mampu membayar tepat waktu. Namun beberapa ahli telah membantah kekhawatiran akan diplomasi jebakan utang China di negara-negara BRI.
Laos harus melakukan diversifikasi investasi asing, namun mengingat gejolak ekonomi yang terjadi, hal ini akan sulit dicapai tanpa kesepakatan restrukturisasi utang.