Pada tahun 1942, energi nuklir pertama kali diuji di bawah stadion sepak bola tua di University of Chicago. Sejak 1896, kemampuan aneh, hampir mistis, dari elemen-elemen tertentu telah diketahui, ketika fisikawan Prancis Henri Becquerel menemukan bahwa garam uranium mengeluarkan sinar tak terlihat yang bisa menembus logam dan menghitamkan plat fotografi. Marie dan Pierre Curie kemudian mengidentifikasi polonium dan radium, menciptakan istilah “radioaktif”.
Ilmuwan Inggris Ernest Rutherford menemukan nukleus atom pada tahun 1911, sementara fisikawan Italia Enrico Fermi dan timnya berhasil memproduksi elemen baru dengan menembaki uranium dengan neutron pada tahun 1934. Fermi kemudian memimpin tim yang mencapai reaksi rantai nuklir terkendali pertama, “Chicago Pile-1 (CP-1)” di University of Chicago sebagai bagian dari Proyek Manhattan yang rahasia.
Eksperimen ini menjadi landasan bagi pengembangan energi nuklir dan senjata nuklir. Setelah Perang Dunia, kekuasaan nuklir menjamur dengan negara-negara seperti Britania Raya dan Prancis mengembangkan kekuatan nuklir mereka sendiri. Keberhasilan eksperimen Fermi memunculkan senjata nuklir dan ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki untuk membawa Jepang menyerah.
Proliferasi senjata nuklir juga berdampak pada ketegangan antara negara-negara besar, menciptakan era “Keseimbangan Teror” atau “Pusaran Kehancuran Bersama”. Tujuan adalah mencegah, bukan memenangkan, perang nuklir karena konsekuensinya yang mengerikan. Meskipun kerja keras otoritas Amerika untuk menekan dokumentasi dari tragedi di Hiroshima dan Nagasaki, dunia terus menyaksikan ancaman senjata nuklir.
Jika tidak ditangani dengan bijaksana, keberadaan senjata nuklir dapat menyebabkan kekacauan global dan ancaman bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan proliferasi senjata nuklir di berbagai negara, kekhawatiran atas potensi bencana nuklir semakin meningkat. Menjaga keseimbangan dan perdamaian dunia dengan senjata nuklir harus menjadi fokus utama humanitas global.