Jelang penghapusan sistem kelas 1, 2, 3 dalam BPJS Kesehatan, Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, menyoroti tantangan penerapan standarisasi kelas rawat inap (KRIS) di rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Pernyataan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tentang kondisi rumah sakit di Indonesia menjadi perhatian utama. Felly menekankan perlunya peningkatan pelayanan kesehatan dan kontrol yang jelas, terutama bagi rumah sakit pemerintah yang menghadapi keterbatasan anggaran. Rumah sakit swasta juga memiliki dinamika tersendiri dan ketergantungan pada sistem BPJS. Felly menegaskan pentingnya memulai peningkatan standar kelas rawat inap dari rumah sakit pemerintah, sambil mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.
Pemerintah harus membenahi diri dan menyiapkan kelas rawat standar yang sudah diundangkan sebagai langkah awal untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa beberapa rumah sakit masih belum memenuhi kriteria KRIS, meskipun sebagian besar sudah siap melaksanakannya. Masalah utama yang belum terpenuhi adalah kelengkapan tempat tidur, tirai partisi, colokan, stop kontak, dan bel memanggil perawat. Budi optimistis bahwa sebagian besar rumah sakit akan memenuhi standar KRIS pada akhir tahun ini. Dengan demikian, diharapkan 90% rumah sakit di Indonesia dapat memenuhi kriteria KRIS hingga tahun 2025.