Keputusan Presiden AS, Donald Trump, untuk meningkatkan tarif impor balik ke berbagai negara telah menimbulkan perang dagang global. Banyak negara merespons dengan menaikkan tarif impor terhadap barang-barang AS. Contohnya, China menetapkan tarif impor sebesar 32% untuk produk AS, namun Trump membalas dengan kenaikan tarif hingga 104% untuk produk impor dari China.
Sejarah mencatat bahwa perang dagang bukanlah fenomena baru dan selalu terjadi sebagai strategi proteksionisme dalam perdagangan internasional. Negara pertama yang menerapkan perang dagang adalah Inggris pada tahun 1651 melalui Navigation Acts sebagai respons terhadap dominasi Belanda dalam perdagangan global. Belanda pada saat itu berhasil menguasai perdagangan global, terutama melalui kepemilikan kapal besar dan kontrol atas wilayah penghasil rempah-rempah di Indonesia.
Dalam upaya mengatasi dominasi Belanda, Inggris mulai menerapkan Undang-undang Navigasi yang melarang kapal asing membawa barang ke Inggris dan koloninya. Hanya kapal Inggris yang diizinkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Konflik antara Inggris dan Belanda terus berlanjut di laut hingga akhirnya meletus Perang Inggris-Belanda I pada tahun 1652 sebagai dampak dari perang dagang yang mereka lakukan.
Perang dagang Pilu, Hal-Harga Emas, Gambaran Rekor telah memicu ketegangan global. Saat ini, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump telah memulai serangkaian langkah untuk menghadapi negara-negara mitra dagangnya, termasuk China. Perang dagang telah menjadi salah satu isu terpanas dalam bidang perdagangan dan geopolitik saat ini, dengan potensi dampak yang signifikan pada ekonomi global. Penumpukan tarif impor dan pembalasan yang dilakukan oleh berbagai negara dapat memicu volatility di pasar keuangan dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk memahami akar masalah ini dan mencari solusi yang dapat memitigasi dampak negatifnya.