Kesiagaan! Alasan di Balik Pabrik Plastik RI di Ujung Tanduk

by -200 Views
Kesiagaan! Alasan di Balik Pabrik Plastik RI di Ujung Tanduk

Pemerintah Didorong Lebih Serius Lindungi Pasar Dalam Negeri dari Serbuan Impor

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah didesak lebih serius melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor. Pasalnya, barang impor, baik legal maupun ilegal telah dikeluhkan memicu anjloknya utilisasi pabrik, hingga berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Hal itu disampaikan Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono. Dia mengatakan, serbuan impor telah membuat utilisasi pabrik plastik hilir di dalam negeri anjlok 50%.

“Permintaan plastik di segmen ini sebenarnya stabil. Tapi, utilisasi pabrik di subsektor ini malah anjlok. Pabrik sudah memangkas produksinya 50%. Sejak tahun 202 trennya jelek, lalu tahun ini utilisasi terpangkas sampai 50%,” katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (7/12/2023).

“Kalau turun lagi, bukan nggak mungkin bakal PHK. Sekarang mereka masih mengurangi shift, tadinya 3 shift jadi 2 shift. Jadi mengurangi jam kerja,” ungkap Fajar.

Dia menuturkan, efek kemarau ekstrem yang melanda sejak pertengahan tahun ini, permintaan produk plastik hilir, seperti peralatan rumah tangga (houseware) sebenarnya stagnan. Sebab, ada kecenderungan menunda pesta di daerah-daerah.

“Karena itu, dia mendesak pemerintah serius melakukan pengendalian serbuan barang-barang impor yang membanjiri pasar konsumsi di dalam negeri.
“Mudah-mudahan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor bisa selesai tahun ini dan diteken. Sehingga impor bisa dikendalikan dan nggak membanjiri pasar dalam negeri lagi. Perlindungan dengan neraca komoditas harus dilakukan,” cetusnya.

“Kami mengajukan perlindungan untuk produk plastik hilir berupa kemasan, mainan anak, houseware, dan terpal,” tegas Fajar.

Sebelumnya, pengusaha maupun serikat pekerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sebelumnya telah mengungkapkan deretan perusahaan terpaksa melakukan PHK massal, bahkan tutup.