Bos Ritel Mengungkapkan Mengapa Mereka Mengancam Akan Melaporkan Kemendag ke Polisi

by -136 Views

Polemik pembayaran utang selisih harga kemahalan atau rafaksi minyak goreng (migor) masih belum menemukan titik terang. Padahal, pengusaha ritel telah berulang kali menagih pembayaran utang itu ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang nilainya disebut-sebut sebesar Rp 344 miliar.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, pelaku usaha enggan masalah ini berlanjut terus menerus. Dikhawatirkan, kisruh ini malah bisa berlanjut sampai RI sudah ganti rezim nantinya.

Itu sebabnya, imbuh dia, ada wacana membawa polemik ini ke ranah hukum.

“Belum dibayar sampai hari ini dan kita sedang menyusun langkah-langkah yang sistematis untuk masuk ke hukum, apakah somasi dulu, baru buka laporan ke Kepolisian Bareskrim,” kata Roy kepada CNBC Indonesia, Rabu (1/11/2023).

“Kita nggak mau sampai bergantian rezim karena waktunya sudah terlalu lama. Sudah mau 2 tahun nanti Januari ini, kita nggak takut karena kita benar,” ujar Roy.

Dia mengatakan, berbagai cara telah dilakukan untuk menagih utang tersebut, namun hingga kini belum juga ada titik terang.

“Tidak ada informasi, sudah dua bulan lalu yang dibilang bahwa masih akan koordinasi sama Kemenko Perekonomian lagi, padahal Kemenko Perekonomian kasih perintah, gimana sih? Kita dizalimi oleh pemberi tugas,” sebut Roy.

“Kemenko Perekonomian yang beri tugas, kenapa koordinasi lagi ke sana? Kan perintah Permendag 3 itu hasil rakortas (Rapat Koordinasi Terbatas) Presiden, Kemenko Perekonomian, dan Kemendag. Kemudian kenapa kok bertanya lagi kepada mereka? Kalau dibilang masih konsultasi menurut saya itu alasan yang dibuat-buat, bisa dipermudah tapi dipersulit,” tukasnya.

Lalu, bagaimana dengan nilai rafaksi yang tak kunjung dibayar? Apakah membengkak karena pembayarannya terus tertunda?

“Kita nggak hitung lagi, maksudnya inflasi kemudian juga NPV (net present value). Kita kan nilainya pasti sudah turun,” kata Roy.

“Kita terbuka sebenarnya untuk berbicara mengenai angka, nilai dan lain sebagainya yang berbeda tapi kita enggak pernah diajak bicara. Selalu dengan berbagai alasan-alasan aja kalau misalkan alasan yang dibuat-buat kalau menurut saya,” cetusnya.