Negara-negara BRICS menegaskan sikap tegas mereka dalam KTT di Rio de Janeiro, Brazil, dengan mengutuk serangan terhadap Gaza dan Iran serta mendesak reformasi institusi global. Presiden Brazil, Luiz Inacio Lula da Silva, menganggap BRICS sebagai pewaris Gerakan Non-Blok yang berjuang menentang aliansi dengan kekuatan besar selama Perang Dingin. Dalam pernyataan bersama, para pemimpin BRICS mengecam pelanggaran hukum internasional terhadap Iran serta situasi di Gaza akibat agresi Israel. Mereka juga menyoroti ancaman dari tarif impor yang meningkat terhadap sistem perdagangan global, dengan kritik tersirat terhadap kebijakan proteksionis Presiden AS, Donald Trump. BRICS juga menunjukkan dukungan bagi Ethiopia dan Iran untuk keanggotaan di WTO serta mendesak pemulihan fungsi penyelesaian sengketa di lembaga tersebut.
Dalam isu iklim, negara-negara BRICS menunjukkan sikap proaktif dengan fokus pada pelestarian hutan tropis dan investasi dalam program tersebut. Konferensi ini juga menandai pertumbuhan BRICS sebagai koalisi heterogen dengan tantangan membangun kesamaan visi di antara anggotanya. Meskipun masih memiliki kekuatan besar, dominasi G7 dinilai tidak sekuat dulu oleh seorang diplomat Brasil. Pertumbuhan BRICS juga menimbulkan tantangan baru dalam membangun kesamaan visi di antara anggotanya, seperti ketidakhadiran Presiden China Xi Jinping dan partisipasi daring Presiden Rusia Vladimir Putin.Keberhasilan BRICS sebagai koalisi global baru yang terus berkembang menandai peran penting mereka dalam menjawab isu-isu global di era kemajuan teknologi dan informasi.