Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, saat ini sedang menghadapi tekanan besar dari ribuan demonstran di Bangkok yang menuntut pengunduran dirinya setelah rekaman telepon kontroversialnya dengan mantan PM Kamboja, Hun Sen, tersebar luas. Demonstrasi ini merupakan protes terbesar anti-pemerintah sejak partai Pheu Thai yang dipimpin oleh Paetongtarn naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2023. Tekanan semakin meningkat karena pemerintahannya kehilangan dukungan partai koalisi penting, serta terancam pemungutan suara mosi tidak percaya bulan depan.
Demonstrasi dilakukan oleh United Force of the Land di sekitar Victory Monument, pusat kota Bangkok, yang merupakan koalisi aktivis nasionalis yang kerap menentang pemerintahan keluarga Shinawatra selama dua dekade terakhir. Meskipun protes sebelumnya tidak langsung mengakibatkan kejatuhan pemerintahan, tapi telah memicu intervensi hukum dan kudeta militer sebelumnya.
Pembocoran rekaman telepon yang memancing kemarahan publik membuat ekonomi Thailand yang tengah berjuang semakin rentan. Meski Paetongtarn menyatakan bahwa ia tidak terganggu dengan demonstrasi ini dan meminta agar demonstrasi dilakukan secara damai, namun ia harus menghadapi penyelidikan hukum terkait kontroversi tersebut. Keluarga Shinawatra juga mendapat kritik dari mantan sekutunya, Hun Sen, yang menyerukan perubahan pemerintahan di Thailand.
Keputusan dari badan hukum bisa membawa konsekuensi serius bagi masa depan Paetongtarn sebagai PM Thailand. Meskipun demikian, pemerintah Thailand lebih memilih menyelesaikan perselisihan secara diplomatik dengan Kamboja. Krisis politik ini menimbulkan kekhawatiran akan pemulihan ekonomi Thailand yang sedang genting, sementara partai koalisi kunci mundur dan tekanan dari demonstran terus bertambah.