Kepala Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, telah menyatakan kesiapannya untuk melakukan perundingan baru dan serius guna mencapai kesepakatan gencatan senjata permanen. Menurutnya, Hamas tidak menolak usulan terbaru dari AS tetapi menginginkan beberapa perubahan di dalam proposal tersebut. Amandemen yang diusulkan bertujuan untuk memastikan agar pendudukan Israel tak lagi melakukan tindakan pengkhianatan, pembunuhan, serangan, atau pemindahan paksa, sambil juga menjamin bantuan kemanusiaan yang layak bagi rakyat Gaza.
Hamas terus bekerja sama dengan semua pihak dalam usaha mencapai kesepakatan yang berlandaskan prinsip hak asasi manusia dan tuntutan rakyat, yang akan mengarah pada gencatan senjata permanen, penarikan penuh pendudukan dari Jalur Gaza, bantuan kemanusiaan mendesak, serta pengakhiran blokade. Menurut al-Hayya, pemerintah Israel, terutama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menjadi penghalang utama dalam mencapai kesepakatan tersebut karena alasan motif pribadi dan ideologis yang dimiliki Netanyahu.
Hamas telah menunjukkan fleksibilitas dan sikap positif terhadap berbagai usulan dengan menerima sebagian besar tawaran sejak dimulainya agresi pada bulan Maret. Meskipun demikian, Israel terus menolak untuk berkomitmen pada perjanjian, menurut al-Hayya. Sebagai upaya untuk membuktikan keseriusan dalam perundingan damai, Hamas bahkan membebaskan tentara Israel-Amerika, Edan Alexander. Namun, Israel belum menunjukkan niat baik dan terus bersikeras untuk melanjutkan konflik.