Bedug, alat musik tabuh berbentuk gendang besar, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Islam di Indonesia. Suara khasnya sering terdengar mengiringi azan, menandai waktu salat, atau meramaikan perayaan hari-hari besar keagamaan Islam. Meskipun kini diidentikkan dengan kegiatan keagamaan Islam, bedug sebenarnya memiliki akar budaya yang lebih tua. Keberadaannya mencerminkan proses akulturasi yang kaya di Nusantara, di mana budaya lokal bersatu secara harmonis dengan nilai-nilai Islam yang kemudian datang.
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat lokal telah mengenal alat musik serupa bedug yang digunakan dalam berbagai ritual keagamaan dan sebagai alat komunikasi antarkelompok. Bedug memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat pada masa itu. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit dan Sriwijaya, bedug digunakan dalam upacara keagamaan sebagai pengiring prosesi dan penanda waktu ibadah. Selain itu, bedug juga berfungsi sebagai alat komunikasi di lingkungan kerajaan.
Dengan masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-13 hingga ke-15, khususnya melalui peranan Walisongo di Jawa, bedug mulai diadopsi dalam praktik keagamaan Islam. Tradisi lokal ini disesuaikan dengan kebutuhan syiar Islam, sehingga bedug mendapatkan makna dan fungsi baru dalam konteks keagamaan. Bedug digunakan untuk memanggil umat Islam melaksanakan salat, terutama selama bulan Ramadan, menjadi solusi efektif untuk mengumumkan waktu salat di tengah masyarakat yang belum terbiasa dengan suara azan.
Selain fungsi keagamaan, bedug juga memiliki peran sosial dan budaya yang besar. Tradisi memukul bedug saat malam takbiran terus dipertahankan hingga kini. Di beberapa daerah, bedug digunakan dalam acara adat dan kesenian, seperti Bedug Kerok di Banten yang diciptakan pada masa krisis tahun 1998 sebagai hiburan rakyat.
Bedug bukan hanya alat musik, tetapi juga simbol akulturasi budaya yang mencerminkan perkembangan Islam di Indonesia. Keberadaan bedug di masjid-masjid, seperti di Masjid Menara Kudus yang menggabungkan arsitektur Hindu-Buddha, menunjukkan sinergi antara tradisi lokal dan ajaran Islam. Sebagai simbol identitas Islam Nusantara, bedug tetap relevan dan dihormati, menjadi pengingat akan kekayaan budaya dan toleransi yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.