Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Kamis (22/5/2025) mengeluarkan keputusan mengejutkan dengan meminta seluruh menteri kabinetnya untuk mengajukan pengunduran diri. Langkah ini dipandang sebagai upaya “reset politik besar” untuk memperkuat kembali kontrolnya di paruh kedua masa jabatannya yang berlangsung selama 6 tahun. Keputusan tersebut diambil setelah hasil pemilu paruh waktu pada 12 Mei lalu menunjukkan kegagalan koalisi pendukung Marcos dalam merebut mayoritas kursi Senat, menciptakan lanskap politik yang terpecah dan potensial menghambat rencana politiknya.
Dalam pernyataannya, Marcos mengungkapkan bahwa keputusan ini sebagai tanggapan terhadap suara rakyat yang ingin melihat hasil nyata. Pengamat pemerintahan publik dari Universitas Makati, Ederson Tapia, menilai langkah ini sebagai upaya Marcos untuk menyelamatkan sisa modal politiknya di tengah menurunnya popularitas. Ia menekankan bahwa untuk tetap relevan dalam politik menjelang 2028, Marcos harus menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan tegas.
Meskipun menteri kabinet diminta mengundurkan diri, mereka akan terus melaksanakan tugasnya hingga pengganti resmi ditunjuk untuk mencegah kekosongan dan kelangsungan operasional pemerintahan. Hasil pemilu paruh waktu juga menunjukkan kekuatan elektoral dari kubu Wakil Presiden Sara Duterte, yang secara politis terpisah dari Marcos. Dengan tekanan untuk menunjukkan hasil nyata dan membangun dukungan terhadap calon penerusnya menjelang 2028, Marcos harus menghadapi penurunan dukungan publik dan meningkatnya popularitas Sara Duterte.
Sentimen publik terhadap pemerintahan Marcos menurun terutama terkait kegagalan dalam mengendalikan inflasi, yang menjadi perhatian utama warga Filipina. Meskipun inflasi pada tingkat yang diinginkan bank sentral, persepsi publik tentang masalah ini memengaruhi popularitas Marcos. Dengan sisa waktu kurang dari 3 tahun di kursi kepresidenan, Marcos dihadapkan pada tantangan membangun dukungan untuk calon penerusnya dan mencegah dominasi politik keluarga Duterte.