Perkantoran di Jakarta, terutama di Central Business District (CBD), mengalami tingkat okupansi yang rendah bahkan kosong sejak pandemi Covid-19. Hal ini membuat banyak kantor dianggap sebagai ‘perkantoran hantu’. Para pengusaha masih cenderung bekerja dari rumah atau bekerja dari rumah (WFH) untuk mengatasi kondisi yang tidak pasti akibat pandemi ini. Meskipun ada sedikit peningkatan okupansi di beberapa area Jakarta, namun para pemilik properti masih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan biaya sewa. Situasi ekonomi yang masih belum stabil menyebabkan pemilik properti harus meningkatkan fleksibilitas dalam sewa, termasuk penyesuaian biaya, jangka waktu kontrak, dan peningkatan kualitas gedung. Menurut Colliers Indonesia, terdapat 2 juta meter persegi area perkantoran di Jakarta yang kosong dari total suplai 11 juta meter persegi pada tahun 2024. Sementara Leads Property Services Indonesia melaporkan tingkat kekosongan ruang kantor di Jakarta mencapai 26,8% atau sekitar 3,1 juta meter persegi. Diperkirakan sampai tahun 2028, akan ada tambahan 100.000 meter persegi ruang kantor baru di CBD serta 240.000 meter persegi di luar CBD selama tahun 2025-2028. Sebelum pandemi Covid-19, penyerapan ruang kantor mencapai 327.235 m2 per tahun, namun sejak pandemi, penyerapan per tahun justru negatif sebesar -54.244 m2, menurut data hingga kuartal II 2024. Selain itu, rentang pasar yang baru sedikit pulih dan penambahan suplai unit dari gedung baru, membuat landlords harus sangat hati-hati dalam menaikkan harga sewa kantor dengan menyesuaikan biaya service charge, bukan base rental.
Kantor ‘Hantu’ Masih Gentayangan di CBD Jakarta – Fakta Menarik!
