Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin memanas dengan perang dagang yang terus berlanjut. Baru-baru ini, pemerintah China di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping menaikkan tarif impor AS menjadi 125%, sebagai tanggapan terhadap tindakan AS yang menaikkan tarif impor dari China menjadi 145%. Perang tarif antara kedua negara ini telah mencapai titik kritis, dengan peningkatan tarif dan pembalasan yang terus menerus.
Perjalanan perang tarif antara AS dan China dimulai pada tanggal 20 Januari 2025, ketika Presiden Trump menandatangani Kebijakan Perdagangan America First yang menyerukan penyelidikan atas defisit perdagangan AS dengan berbagai negara termasuk China. Setelah itu, serangkaian tindakan termasuk peningkatan tarif impor dari masing-masing negara terus berlangsung.
Pada tanggal 10 Februari 2025, Trump mengumumkan peningkatan tarif hingga 25% untuk impor baja dan aluminium dari seluruh dunia, tanpa pengecualian. Sementara itu, China juga memberlakukan tarif atas barang-barang dari AS sebagai balasan.
Negosiasi perdagangan antara AS dan China belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian, dengan keduanya terus saling memberlakukan tarif tambahan. Pada tanggal 9 April 2025, AS kembali menaikkan tarif impor dari China menjadi 125%, yang sebelumnya telah mencapai 104% setelah China memberlakukan tarif 84% atas barang-barang dari AS. Hal ini menunjukkan bahwa perang tarif antara kedua negara telah mencapai titik kritis dan semakin memanas.
China secara resmi menaikkan tarif impor AS menjadi 125% pada tanggal 12 April, dan menyatakan bahwa tidak akan lagi merespons kenaikan tarif dari AS. Perang tarif antara AS dan China terus menjadi sorotan internasional, karena dampaknya yang luas terhadap perekonomian global.