Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini memberlakukan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia, yang berpotensi berdampak langsung pada ekonomi negara ini. Menurut ekonom senior yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB Bogor dan Universitas Paramadina, Didin S Damanhuri, kebijakan tarif Trump ini dapat menyebabkan depresiasi rupiah dan tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Wijayanto Samirin, seorang ekonom senior dari Universitas Paramadina, juga memperingatkan bahwa langkah Trump tersebut akan mengakibatkan perlambatan ekonomi yang signifikan. Ia menyarankan bahwa lembaga internasional seperti IMF, World Bank, dan OECD kemungkinan akan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dalam waktu dekat.
Selain dampak pada ekonomi global, kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko investasi secara keseluruhan. Hal ini dapat mendorong investor untuk beralih ke aset yang lebih aman, seperti emas dan surat utang pemerintah, sebagai respons terhadap ketidakpastian pasar yang semakin meningkat.
Menyikapi situasi ini, Indonesia dihadapkan pada penurunan pertumbuhan ekonomi yang semakin tidak realistis. IHSG diperkirakan akan melemah, terutama dalam sektor-sektor yang berorientasi ekspor. Selain itu, rupiah juga akan mengalami tekanan dan kelemahan, yang dapat menghambat upaya refinancing utang di masa mendatang.
Dalam menghadapi kondisi ini, Wijayanto menyarankan tujuh langkah yang harus segera diambil oleh pemerintah Indonesia. Langkah-langkah tersebut termasuk penguatan cadangan devisa, rekalibrasi APBN, pengetatan impor, penguatan industri jasa keuangan, serta peningkatan kerjasama perdagangan dan investasi dengan negara lain.
Sebagai kesimpulan, kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Trump terhadap Indonesia memberikan tantangan yang besar bagi perekonomian Indonesia. Membuat pemerintah harus segera mengambil tindakan strategis untuk menghadapi dampak negatif yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut.