Sebuah kapal berteknologi tinggi asal China dikabarkan melakukan kegiatan mata-mata di lepas pantai Australia, sekutu Amerika Serikat di Samudera Pasifik Selatan. Menurut laporan Newsweek, Kementerian Luar Negeri China menyebut aktivitas kapal tersebut sebagai “aktivitas normal” sesuai dengan hukum internasional. Kehadiran kapal penelitian China ini terjadi setelah angkatan laut negara tersebut menyelesaikan pelayaran mengelilingi Australia dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengonfirmasi keberadaan kapal China tersebut, meskipun menyatakan preferensi bahwa kapal tersebut sebaiknya tidak berada di sana.
Penelitian China, yang memiliki tujuan pengembangan militer, menimbulkan kekhawatiran di AS sebagai akibat dari ketegangan geopolitik antara kedua negara yang semakin meningkat. Beijing sebelumnya menyatakan bahwa penelitian ilmiahnya bertujuan untuk perdamaian. Laut China Selatan dan Selat Taiwan, wilayah yang berada di lepas pantai China dan menjadi sumber perselisihan, menjadi perhatian Beijing terhadap campur tangan eksternal dalam wilayah tersebut.
Pemimpin oposisi Australia Peter Dutton mengkritik Albanese karena dianggap lemah dalam menjaga keamanan nasional terkait aktivitas kapal mata-mata China. Dutton merespons aktivitas pengumpulan intelijen dan pemetaan kabel bawah laut yang dilakukan oleh kapal China tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kekhawatiran dalam hal keamanan dan ketegangan antara negara-negara terkait di kawasan tersebut.