Brunei Darussalam, sebuah negara kecil yang kaya minyak di Asia Tenggara, telah masuk dalam daftar hitam Amerika Serikat berdasarkan laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS. Dalam laporan tersebut, Brunei ditempatkan pada kategori “tingkat 3” yang menunjukkan kekurangan dalam menangani isu perdagangan manusia. Sebagai hasilnya, AS dapat memberlakukan sanksi terhadap negara-negara yang termasuk dalam kategori ini.
Negara Brunei dikritik karena tidak memberlakukan tindakan hukuman kepada pelaku perdagangan manusia selama tujuh tahun berturut-turut. Upaya dari Amerika Serikat ini mendesak Brunei untuk meningkatkan langkah-langkah dalam menangani isu ini dan menyoroti pentingnya penindakan terhadap pelaku kejahatan ini.
Meskipun memiliki hubungan yang relatif baik dengan Amerika Serikat, Brunei sering kali mendapat kritik terutama terkait penerapan hukuman mati kepada kelompok homoseksual. Selain Brunei, Sudan juga disorot dalam laporan tersebut karena gagal menangani perekrutan tentara anak-anak.
Teknologi juga menjadi sorotan penting dalam laporan tersebut, di mana kemudahan akses teknologi telah memudahkan para pelaku perdagangan manusia dalam melintasi perbatasan. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebutkan bahwa peningkatan penipuan dunia maya telah menarik orang-orang yang dipaksa bekerja.
Namun, ada juga negara-negara seperti Vietnam yang berhasil dieluarkan dari kategori “Tingkat 3” karena dianggap telah melakukan peningkatan penyelidikan dan memberikan bantuan yang lebih besar kepada korban perdagangan manusia. Hal yang sama juga terjadi pada Afrika Selatan dan Mesir, sementara Aljazair dihapus dari daftar. Sebelumnya, negara-negara seperti China, Rusia, dan Venezuela juga masuk dalam daftar AS yang terkait dengan isu perdagangan manusia.