Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Umum Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus (Franky) Welirang meminta pemerintah tidak menyalahkan produsen tepung terigu dalam negeri jika harus memproduksi tepung terigu yang tidak sesuai dengan aturan. Hal ini disampaikan sebagai respons terhadap ancaman menipisnya ketersediaan Premiks Fortifikan untuk tepung terigu yang digunakan sebagai penambah zat gizi mikro seperti zat besi (Fe), seng (Zn), asam folat, vitamin B1, dan vitamin B2.
Pemerintah mewajibkan produksi tepung terigu dilakukan dengan fortifikasi sejak tahun 2000-an untuk menanggulangi stunting di dalam negeri. Namun, peraturan ini sempat dicabut pada Januari 2008 dan kemudian diberlakukan kembali pada Juli 2008 melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 49/M-IND/PER/7/2008 yang menetapkan SNI 01-3751-2006 wajib berlaku.
Aturan wajib SNI ini kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 1/2021 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan Secara Wajib. Dalam peraturan ini, produksi tepung terigu wajib memenuhi SNI 3751:2018.
Franky mengungkapkan bahwa keterbatasan stok premiks fortifikan di dalam negeri dapat mengancam kelangsungan produksi tepung terigu di dalam negeri. Hal ini dikarenakan ketentuan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 jo. Permendag No. 3/2024 yang mulai berlaku sejak 10 Maret 2024.
Dia menyatakan bahwa pasokan tepung terigu di dalam negeri tetap bisa dipenuhi, namun tidak dapat dijamin bahwa tepung terigu tersebut akan sesuai dengan SNI yang diwajibkan pemerintah. Franky menegaskan bahwa produsen akan terus memproduksi tepung terigu karena merupakan salah satu bahan pangan penting, meskipun tidak memenuhi SNI wajib.
Franky juga menyatakan bahwa stok tepung terigu di dalam negeri saat ini aman dan pasokan ke depan akan tetap aman. Namun, produsen tidak akan memenuhi kewajiban peraturan pemerintah jika tidak memenuhi SNI wajib. Franky menekankan bahwa produsen tidak ingin disalahkan jika tepung terigu di pasar tidak terfortifikasi.
Di sisi lain, Franky juga mengkritisi kebijakan impor yang menghambat produksi industri dalam negeri. Dia mengakui bahwa terbitnya Permendag No. 36/2023 bertujuan untuk menurunkan impor dan mengembangkan produk industri di dalam negeri, namun banyak produk yang terkena aturan tersebut adalah bahan baku industri, sehingga seharusnya impornya adalah post border bukan on border.
Sebelumnya, Franky mengungkapkan bahwa ketersediaan Premiks Fortifikan anggota Aptindo hanya cukup hingga bulan Juni 2024. Jika tidak ada solusi pengadaan Premiks Fortifikan, dipastikan pasokan tepung terigu nasional akan berkurang lebih dari 50% dan berpotensi menyebabkan kelangkaan serta kenaikan harga tepung terigu di pasaran.