Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Pak Tarub adalah lulusan angkatan ’65. Saya pertama kali berinteraksi dengannya secara dekat ketika beliau menarik saya dari Kepala Staf Brigade menjadi komandan Pusdikpassus di Batujajar. Saya anggap peristiwa ini sebagai sebuah kehormatan.
Saat menarik saya, beliau mengatakan, “Prabowo, coba kau benahi Batujajar. Kurikulum perbaiki. Buat tidak kalah dengan pasukan terbaik di dunia.” Misi itulah yang saya emban dan dengan dukungan penuh dari beliau, saya melakukan perubahan kurikulum dan sistem latihan di Batujajar.
Sebelum menjabat sebagai komandan Pusdikpassus, saya meninjau beberapa pasukan khusus terbaik di dunia seperti Delta Force di Amerika, SAS di Inggris, dan GSG9 di Jerman. Setiap kali berkunjung ke pasukan, yang selalu saya cari adalah kurikulum pelatihan dan pendidikan mereka. Dari Pak Tarub, saya belajar bahwa jika kita ingin menilai suatu pasukan, lihatlah kurikulum pendidikan mereka. Itulah yang saya lakukan dengan dukungan penuh dari Pak Tarub untuk memperbaiki mutu dan kurikulum pelatihan komando. Sekarang setelah sekian puluh tahun saya memantau, beberapa perubahan yang saya lakukan masih terus diterapkan di Batujajar.
Pak Tarub dikenal sebagai sosok yang periang, penuh humor, selalu persuasif, dan jarang marah. Pribadinya halus. Beliau disukai atasan, rekan, dan anak buahnya.
Dari foto-foto daerah operasi, Pak Tarub selalu berada di sana sejak masih berpangkat kapten. Beliau memiliki hobi menembak, selain tentunya olahraga bela diri.
Seringkali Pak Tarub memberi tugas kepada saya, tetapi setelah memberi tugas, beliau membiarkan saya menyelesaikan tugas tersebut tanpa banyak campur tangan. Sifat ini yang kemudian saya gunakan sebagai cara saya memimpin. Seringkali saya memberi kepercayaan kepada anak buah untuk menyelesaikan tugas mereka, sambil memberikan apa yang dibutuhkan.
Sebagai orang lapangan, saya tidak suka jika setiap langkah harus diatur, ditanya, atau diawasi. Ini saya lihat sebagai gaya kepemimpinan yang berhasil.
Di satuan-satuan yang aktif dan kuat, pasukan-pasukan dunia yang hebat, gaya kepemimpinan jenderal-jenderal luar negeri adalah demikian. Dikenal dengan istilah mission type order, perintah diberikan dengan memberikan tugas pokok, tanpa perlu detail.
Ini yang dilakukan oleh Pak Sahala Rajagukguk saat mengendalikan saya pada tahun 1978, dalam operasi mengejar Lobato. Beliau memberi tugas dengan jelas dan langsung terbang, tanpa adanya perintah operasi yang bertele-tele. Itu juga yang saya pelajari dari Pak Tarub.