Potensi Multiplier Effect Rp 3.000 Triliun yang Dimiliki oleh Industri Kelapa Sawit

by -58 Views
Potensi Multiplier Effect Rp 3.000 Triliun yang Dimiliki oleh Industri Kelapa Sawit

Komoditas kelapa sawit memiliki potensi hingga Rp 1.000 triliun. Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia Kacuk Sumarto mengungkapkan untuk mendapatkan perputaran uang sebesar itu maka perlu adanya percepatan peremajaan sawit rakyat (PSR).

“Memang kalau kita melihat PSR tadi, memang ke depan kita harus percepat peremajaan sawit rakyat, kalau itu seluruhnya bisa kita selenggarakan, per tahun itu ada tambahan penghasilan dari minyak CPOnya sendiri sekitar Rp 200 triliun, nah hilirisasinya nilai tambahnya mesti 4 kali 5 kalinya, artinya Rp 1.000 T kalau itu bisa kita laksanakan, kalau multiplier effect-nya tiga kalinya, sebenernya Rp 3.000 T,” katanya dalam Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan di The Westin, Rabu (10/1/2024).

Rumah Sawit Indonesia (RSI) sebagai perkumpulan para pelaku pengusahaan kelapa sawit yang berbadan hukum menilai PSR harus dilaksanakan dengan segera. Namun Kacuk menyebut kendalanya di dalam penyelanggaraan PSR itu peraturan perundangan yang adil, saat ini sedang dalam perbaikan oleh Dirjen perkebunan. Kacuk berharap aturannya segera keluar sehingga RSI akan membantu memerintah untuk percepatan pelaksanaan aturan ini.

“Nah kendala berikutnya mengenai kawasan hutan, banyak lahan-lahan yang sudah dikelola puluhan tahun sampai dilakukan peremajaanpun masih di dalam kawasan hutan, baik itu di tingkat petani maupun perusahaan sendiri,” kata Kacuk.

Sedangkan untuk outlook dan proyeksi kelapa sawit di tahun ini bakal semakin ekspansif. Namun, perlu didukung oleh regulasi yang mendorong pertumbuhan di komoditas ini. Demi memperlancar PSR, perlu perbaikan ATAU penyempurnaan di dalam aturan perundangannya, dalam hal ini Permentan 3/2022. Kemudian juga di dalam sosialisasi dan promosinya harus diperbaiki agar petani dan perusahaan terbuka untuk membangun kemitraan di dalam peremajaan sawit rakyat.

Di sisi lain, Kacuk juga menyoroti bagaimana perlakuan sejumlah pihak termasuk Uni Eropa yang memberi stima negatrif bagi industri kelapa sawit.

“kita harus kaji ulang karena beberapa negara importir kurangi demand. karena lagi melakukan perdagangan tiba-tiba banned, ini bukan kaya dagang kelontong udah gitu ngga. Kita butuh hal yang arif dalam menentukan kebijakan dari hulu ke hilir, dan ini melibatkan pelakunya, jangan pemerintah sendiri ambil keputusan dan tanpa melihat pelaku tanpa. Sehingga mudah-mudahan ekspor aman, memang kemungkinan tidak sebesar 2022, stagnan seperti 2023,” ujarnya.