Pemanfaatan Tebu Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Tidak Mengganggu Produksi Gula

by -118 Views

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengungkapkan rencana pemerintah untuk mengolah tebu menjadi etanol untuk bahan campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan mengganggu produksi gula untuk pangan. Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen mengatakan proses pengolahan tebu menjadi campuran BBM yakni dengan memanfaatkan tetes tebu atau molase yang dihasilkan melalui produk samping atau produk sisa tebu. “Memang betul kalau kita menggunakan molase untuk BBM, tidak akan mengganggu produksi gula kita karena yang digunakan adalah produk samping,” ujarnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Jumat (8/12/2023).

Dengan tidak terganggunya produksi gula dengan memanfaatkan tetes tebu menjadi bioetanol yang bisa dicampur dengan BBM, Soemitro mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam menjalankan program pengolahan tebu menjadi bioetanol tersebut. “Nah kita ingin sebetulnya pemerintah ini lebih serius lagi untuk menggarap agar kebutuhan ini bisa terpenuhi. Bisa juga kita menggunakan molasenya atau bisa menggunakan juga langsung tebunya. Nah manakala untuk kebutuhan gula kita ini sudah terpenuhi untuk memenuhi kesana,” tambah Soemitro.

Adapun, dia menilai kebutuhan untuk bisa memenuhi produksi bioetanol di Indonesia tidak terlalu besar. Dengan begitu, dia mengatakan Indonesia harus serius dalam memenuhi kebutuhan bioetanol di dalam negeri. “Kita baru bisa memproduksi 40 ribu kiloliter bioetanol ya untuk energi BBM ini, prosentasenya memang sangat kecil dari kebutuhan BBM total di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, mestinya kita harus serius. Serius mengerjakan ini agar kita betul-betul bisa mencapai green energy pada tahun tertentu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” tandasnya.

Seperti diketahui, Indonesia kini sudah bisa “menyulap” tebu menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya bensin. Hal ini menunjukkan upaya RI untuk bisa memanfaatkan Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis tetesan tebu (molase) sebagai sumber bahan bakar kendaraan sudah mulai diimplementasikan, bukan lagi sekedar wacana. Wujud nyata dari “sulap” tebu menjadi BBM ini yaitu dengan mulai diproduksi dan dijualnya produk BBM dengan campuran bioetanol berbasis tebu tersebut, tepatnya pada produk Pertamax Green 95 yang dijual PT Pertamina (Persero).

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan menjelaskan, perusahaan telah bekerja sama dengan PT Energi Agro Utama (Enero), anak usaha PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), untuk mendapatkan pasokan bioetanol berbasis molase tersebut. Dia menyebut, produksi bioetanol kini telah mencapai 30.000 kilo liter (kl) per tahun. Sebagian dari produksi tersebut menurutnya digunakan untuk pencampuran pada bensin Pertamax (RON 92), sehingga produk BBM yang dihasilkan menjadi Pertamax Green 95. Adapun pencampuran bioetanolnya mencapai 5% (E5).

“Di dalam produk Pertamax Green 95, itu kita menggunakan bahan bakar yang berbahan dasar tebu. Tapi perbedaannya, yang kita gunakan ini adalah molasesnya. Jadi merupakan ampas atau sisa produksi gula,” ungkap Riva dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (5/12/2023). Dia menekankan bahwa proses produksi molases menjadi bioetanol tidak beririsan dengan produksi gula untuk pangan. Riva menjelaskan, produksi bioetanol dari tebu yang saat ini dilakukan sesuai dengan upaya pemerintah untuk mencapai swasembada gula seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.40 tahun 2023.

“Pemerintah berupaya untuk mempercepat proses swasembada gula dan juga mendukung memperluas penggunaan bioetanol sebagai bahan baku dari bahan bakar nabati,” tambahnya. Riva mengatakan saat ini pihaknya terus melakukan riset untuk bisa terus memanfaatkan tumbuhan selain tebu untuk diolah menjadi bioetanol. Dia menyebutkan tumbuhan lain yang berpotensi bisa dimanfaakan menjadi bioetanol seperti jagung, sorgum, hingga tandan sawit.

“Pertamina juga terus melakukan riset dan juga penelitian-penelitian dengan lembaga terkait untuk melihat potensi-potensi lainnya di luar tebu. Mungkin dari jagung, atau mungkin dari sorgum, atau mungkin dari tandan sawit,” imbuhnya. Dengan berbagai jenis tanaman yang mungkin bisa dimanfaatkan menjadi bioetanol sebagai bahan campuran BBM tersebut, maka akan dicari mana yang akan memberikan nilai dan keekonomian paling baik. “Nah ini yang memang dilakukan penelitian-penelitian, dan penelitian ini memang gunanya untuk mendalami hal tersebut,” ucapnya.