Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa rencana pemerintah untuk menerapkan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tanpa kelas tidaklah mudah dilakukan. Dia menyatakan bahwa penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) tersebut sempat mengalami penolakan dari rumah sakit karena khawatir akan mengurangi pendapatannya.
Menurut Budi, rencana penerapan BPJS KRIS sempat tertunda selama setahun karena banyak protes dari rumah sakit. Hal ini wajar karena keuntungan mereka akan berkurang. Beberapa rumah sakit bahkan berencana untuk memutuskan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, namun Budi berhasil meyakinkan mereka untuk tetap bekerja sama.
Budi juga menjelaskan bahwa Kementerian Kesehatan melakukan uji coba di rumah sakit milik kementerian tersebut, dan hasilnya memuaskan. Tidak ada penambahan tingkat keterisian tempat tidur karena penerapan KRIS. Selama pandemi Covid-19, rumah sakit menambah ruangan dan tempat tidur, namun setelah pandemi berakhir, banyak ruangan yang kosong. Penerapan KRIS di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan juga tetap menguntungkan.
Menurut Budi, yang lebih penting adalah pelayanan kepada pasien akan semakin baik dengan penerapan sistem ini. Sistem KRIS mewajibkan rumah sakit untuk menyediakan ruang rawat inap dengan 12 standar yang telah ditentukan pemerintah. Presiden Joko Widodo telah resmi menghapus sistem kelas 1, 2, 3 dalam BPJS Kesehatan dengan menerbitkan Perpres 59/2024 dan menggantikannya dengan KRIS. Sistem ini akan diterapkan di seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat pada 30 Juni 2025.