Israel mengakui kesulitannya dalam melawan kelompok pejuang Hamas di Gaza. Kelompok berhaluan Islam itu berbasis di terowongan-terowongan di bawah tanah Gaza yang sulit terlacak. Menghancurkan terowongan tersebut menjadi salah satu upaya Tel Aviv untuk membubarkan Hamas setelah serangan pada 7 Oktober. Namun, pertempuran di bawah tanah bisa menghilangkan beberapa keunggulan teknologi militer Israel.
Mantan tentara Israel yang pernah bertempur di Gaza, Ariel Bernstein, menggambarkan pertempuran di Gaza Utara sebagai gabungan penyergapan, jebakan, tempat persembunyian, dan penembakan jitu. Terowongan-terowongan tersebut menciptakan efek membingungkan dan tidak nyata, sehingga membuat orang-orang bersenjata Hamas muncul tiba-tiba.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengatakan bahwa serangan darat akan sulit dilakukan dan membutuhkan waktu lama untuk membongkar jaringan terowongan Hamas yang luas. Panjang sebenarnya terowongan Hamas di Gaza masih belum diketahui dengan pasti. Pemimpin Hamas di Gaza, Yihyah Sinwar, mengklaim bahwa kelompok tersebut memiliki terowongan sepanjang 500 km.
Selain sulitnya lanskap, Israel juga menghadapi tantangan dalam membentuk operasi militer melawan Hamas karena kelompok tersebut menyandera sekitar 230 warga Israel yang ditangkap dalam serangan tanggal 7 Oktober.
Salah satu sandera yang dibebaskan, Yocheved Lifshitz,potong membenarkan kecurigaan bahwa Hamas telah menyandera orang di terowongan. Lifshitz menggambarkan terowongan itu seperti jaring laba-laba yang rumit.
Menurut Soufan Center, lembaga riset, perencanaan yang terlibat dalam serangan di Israel selatan menunjukkan bahwa Hamas akan menghabiskan banyak waktu untuk merencanakan tahap berikutnya dan melakukan persiapan ekstensif di medan perang di Gaza.
Penggunaan sandera sebagai perisai manusia akan menambah kerumitan dalam pertempuran.