PT Pertamina (Persero) memproyeksikan tahun 2026 sebagai periode yang penuh tantangan bagi kinerja keuangan perusahaan. Penurunan harga minyak mentah akibat over supply menjadi faktor utama yang berpotensi menekan profitabilitas Pertamina. Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, menyampaikan bahwa tren penurunan harga minyak global dipicu oleh konflik Rusia-Ukraina dan diperkirakan akan terus turun hingga mencapai angka 59-60 USD per barel.
Faktor penurunan harga minyak mentah meliputi peningkatan pasokan dari anggota OPEC+ dan negara produsen non-OPEC, perlambatan ekonomi global terutama dari negara besar seperti China, serta ketidakpastian situasi geopolitik. Hal ini berdampak signifikan pada bisnis hulu dan sektor pengolahan minyak baik di Pertamina maupun di Indonesia secara keseluruhan.
Selain menekan bisnis di sektor hulu, pelemahan harga minyak juga berdampak pada sektor pengolahan minyak global. Kesulitan dalam mencapai profitabilitas dan penutupan kilang baik di Eropa, Amerika, maupun Australia menjadi tantangan bagi Pertamina dan perusahaan energi lainnya ke depan. Situasi over supply tidak hanya terjadi pada minyak mentah tetapi juga pada produk olahan, menurunkan selisih harga antara keduanya.
Dengan adanya kondisi ini, Pertamina dan perusahaan energi lainnya dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga profitabilitas dan menghadapi dampak langsung dari penurunan harga minyak mentah global. Perubahan harga komoditas ini membutuhkan strategi yang tepat untuk menjaga keberlangsungan bisnis Pertamina di tengah situasi ekonomi global yang tidak pasti.