Sebagai model baru, misi keamanan yang didukung PBB di Haiti meminta lebih banyak negara untuk memberikan dukungan. Komandan misi ini, Godfrey Otunge, menyebut bahwa misi ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk pendanaan, personel, dan logistik. Pekerjaan ini dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Meskipun target pengerahan pasukan adalah sekitar 2.500 tentara, saat ini belum mencapai setengah dari jumlah tersebut. Komitmen awal sebanyak 3.000 personel tetapi yang dikerahkan hanya 991 tentara dari Kenya, Guatemala, Salvador, Jamaika, Bahama, dan Belize.
Kekurangan sumber daya termasuk peralatan dan dukungan operasional juga dihadapi oleh misi ini. Presiden Kenya William Ruto menyatakan bahwa peralatan yang dimiliki misi tersebut masih di bawah 30% dari yang diperlukan. Di samping itu, meskipun terbatasnya sumber daya, misi ini berhasil membangun dua pangkalan strategis utama di departemen Artibonite, area di luar ibu kota yang paling terkena dampak kekerasan.
Sementara itu, riwayat kekerasan geng di Haiti telah membuat sekitar 1,3 juta orang mengungsi dari rumah mereka, menyebabkan kelaparan, ketidakamanan, penutupan rumah sakit, dan lamanya pemulihan perekonomian, sistem peradilan, dan pemerintahan negara. geng terbesar di Haiti, Viv Ansanm, telah mengambil alih lebih dari 85% wilayah Port-au-Prince, yang menyebabkan baku tembak antara polisi dan warga sipil dengan geng tersebut. Melintas di sepanjang jalan utama negara, gangster menggunakan sistem satelit Starlink milik Elon Musk untuk terorganisir, juga memeras pengemudi truk dan bus.
Setelah Amerika Serikat menetapkan Viv Ansanm sebagai kelompok teroris, kehidupan publik di Haiti semakin tidak berfungsi, dengan banyak sekolah tutup dan penyakit kolera menyebar. Haiti telah menjadi “dunia barat yang liar” menurut seorang pejabat asing. Situasi ini menegaskan bahwa dukungan internasional sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi di Haiti.