Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, telah menyetujui penggunaan campuran BBM dengan etanol sebesar 10 persen atau E10 sebagai langkah untuk mengurangi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan kebijakan tersebut dalam sebuah konferensi pers di Jakarta. Etanol, yang merupakan senyawa organik cair, sering digunakan sebagai bahan bakar alternatif di berbagai sektor industri karena sifatnya yang ramah lingkungan.
Proses fermentasi dari berbagai bahan baku pertanian seperti jagung, tebu, jerami, sawit, dan lainnya menghasilkan bioetanol yang dapat dicampur dengan bensin. Campuran ini akan meningkatkan nilai oktan dan efisiensi pembakaran, serta membantu mengurangi emisi karbon dioksida dan partikel polutan lainnya, menjadikannya sebagai solusi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Salah satu produk BBM yang mengandung etanol di Indonesia adalah Pertamax Green 95 yang sudah menggunakan bahan baku tetes tebu.
Pemerintah Indonesia berencana untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar campuran E5 pada tahun 2020 dan E20 pada tahun 2025. Meskipun sebagian besar kendaraan di Indonesia sudah kompatibel dengan campuran etanol hingga 20 persen, ketersediaan bahan baku masih menjadi hal yang perlu dipersiapkan sebelum pemerintah dapat menerapkan campuran tersebut. Di berbagai negara lain, penggunaan etanol dalam BBM sudah umum, seperti di Amerika Serikat yang telah mencapai 10 persen dan Brasil dengan E25.
Etanol memiliki beberapa fungsi dalam meningkatkan kualitas bahan bakar, antara lain meningkatkan oktan, menurunkan emisi gas rumah kaca, mempercepat transisi energi, dan memungkinkan Indonesia lebih mandiri dalam sektor energi. Dengan adanya etanol dalam BBM, diharapkan penggunaan energi bersih dan berkelanjutan dapat ditingkatkan, serta membantu Indonesia lebih mandiri dalam penyediaan energi.





