Hamas telah menyatakan kesiapannya untuk mencapai kesepakatan guna mengakhiri konflik di Gaza, sesuai dengan proposal yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Namun, Hamas menuntut jaminan komitmen dari Israel sebelum sepakat untuk mengakhiri pertikaian tersebut.
Pertemuan antara Hamas dan Israel dilangsungkan melalui perundingan tidak langsung di Sharm el-Sheikh, yang dimediasi oleh delegasi dari Mesir, Qatar, dan AS. Delegasi tersebut termasuk Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, Utusan Khusus AS Steve Witkoff, dan Menteri Urusan Strategis Israel Ron Dermer yang hadir dalam sesi perundingan pada Rabu (8/10).
Khalil al-Hayya, pemimpin delegasi Hamas, menyampaikan ketidakpercayaannya terhadap pendudukan Israel dan menekankan pentingnya mendapatkan jaminan nyata agar konflik benar-benar berakhir. Hal ini disebabkan oleh pelanggaran gencatan senjata yang terjadi di masa lalu selama kesepakatan sebelumnya.
Di sisi lain, Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa konflik yang berlangsung selama dua tahun di Gaza merupakan sebuah pengambilan keputusan penting untuk masa depan, tanpa merinci perkembangan negosiasi terbaru.
Walaupun masih ada tuntutan yang harus dipenuhi, perundingan tersebut diyakini sebagai langkah yang paling menjanjikan untuk mengakhiri konflik. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, menegaskan bahwa para mediator, termasuk Turki, tetap fleksibel dalam mengembangkan gagasan selama proses perundingan gencatan senjata berlangsung.
Partisipasi aktif dari Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani juga menunjukkan tekad para mediator untuk mencapai kesepakatan yang dapat mengakhiri perang. Seiring berjalannya waktu, harapan semakin besar bahwa kesepakatan damai dapat dicapai.





