Kehadiran PT Freeport Indonesia sebagai sponsor dalam acara musik Pestapora baru-baru ini menimbulkan kontroversi. Beberapa musisi dan seniman memilih untuk mundur dari festival tersebut karena mereka merasa bahwa keterlibatan perusahaan tambang emas raksasa tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai yang mereka anut. PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan yang dikenal luas oleh masyarakat karena mengelola salah satu tambang emas terbesar di dunia di Papua. Latar belakang dan kepemilikan saham Freeport dapat dijelaskan sebagai berikut:
Saat ini, PT Freeport Indonesia dimiliki oleh pemerintah Indonesia bersama dengan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, sebuah perusahaan tambang asal Amerika Serikat. Mayoritas saham PT Freeport Indonesia dikuasai oleh pemerintah Indonesia melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak tahun 2018, pemerintah berhasil mengakuisisi 51,23 persen saham Freeport dengan nilai transaksi mencapai 3,85 miliar dolar AS atau setara Rp62,8 triliun. Struktur kepemilikan saham saat ini adalah sebagai berikut: PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Persero dengan 51,23 persen saham dan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc dengan 48,77 persen saham. Pemerintah Indonesia tengah berencana untuk mengakuisisi tambahan saham sebesar 10 persen, yang jika berhasil akan meningkatkan porsi kepemilikan Indonesia menjadi 61,23 persen.
Sejarah Freeport di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pada bulan April 1967, Freeport menandatangani kontrak pertamanya dengan Pemerintah Indonesia untuk jangka waktu 30 tahun. Kontrak tersebut memberikan berbagai fasilitas istimewa kepada Freeport, termasuk pembebasan pajak selama tiga tahun, pengurangan pajak hingga 35 persen selama tujuh tahun berikutnya, serta pembebasan royalti kecuali kewajiban membayar pajak penjualan sebesar lima persen. Seiring dengan penemuan cadangan tambang di Grasberg, Papua, Freeport dan pemerintah kembali menandatangani Kontrak Karya II yang berlaku dari tahun 1991 hingga 2021. Kontrak tersebut memperluas wilayah tambang Freeport dari 10.908 hektare menjadi 2,6 juta hektare.
Meskipun mayoritas saham Freeport kini sudah dikuasai oleh pemerintah Indonesia, keberadaan perusahaan tambang emas terbesar tersebut masih menjadi perdebatan hangat. Posisi Freeport dalam industri tambang selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas.