Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengungkapkan bahwa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2025 disetujui oleh pemerintah sebesar 364 juta ton, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 319 juta ton. Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan informasi ini dalam program Mining Zone di CNBC Indonesia. Meskipun RKAB yang tinggi, serapan pasar akan nikel tidak sebanding. Produksi nikel pada tahun 2024 sebesar 319 juta ton hanya terserap 220 juta ton.
Meidy mencatat bahwa produksi anggota APNI hingga bulan Juni 2025 baru mencapai 120 juta ton. Dia memproyeksikan serapan nikel hingga akhir tahun tidak akan mencapai jumlah produksi yang disetujui. Produksi nikel yang tinggi di Indonesia telah menyebabkan oversupply pasokan nikel di pasar global, yang turut menurunkan harga nikel. Sejak tahun 2023, Indonesia telah memberikan kontribusi kelebihan pasokan nikel dunia hingga 31%, yang kemudian meningkat menjadi 16% pada tahun 2024.
Meidy menjelaskan bahwa penambang nikel mengajukan RKAB berdasarkan cadangan yang tersedia, sementara pemerintah seharusnya mempertimbangkan permintaan pasar untuk menyeimbangkan produksi. Dia menekankan pentingnya keseimbangan ini agar produksi nikel dapat sesuai dengan permintaan pasar.