Energi nuklir pertama kali “dipanen” pada tahun 1942 di laboratorium darurat di bawah stadion sepak bola lama di Universitas Chicago menandai awal era baru dalam teknologi nuklir. Sejak Frais Henri Becquerel menemukan sifat radioaktif dari garam uranium pada tahun 1896, dan penemuan polonium dan radium oleh Marie dan Pierre Curie, dunia mulai memahami kekuatan dan potensi nuklir. Kelompok ilmuwan terkenal seperti Ernest Rutherford, Enrico Fermi, dan tim Proyek Manhattan memainkan peran kunci dalam pengembangan energi atom dan senjata nuklir.
Pada tahun 1942, di bawah kepemimpinan Enrico Fermi di Universitas Chicago, reaksi berantai nuklir pertama yang terkendali dan mandiri berhasil dipicu, mengisyaratkan kemungkinan penggunaan fusi nuklir untuk keperluan energi dan senjata. Sejarah perkembangan senjata nuklir selanjutnya melibatkan ketegangan global, termasuk perang dunia kedua dan ancaman perang nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Perlombaan senjata nuklir pada tahun 1950-an dan 1960-an, serta proliferasi senjata nuklir ke negara-negara seperti Inggris, Prancis, India, dan Pakistan, meningkatkan ketegangan global dan membuat banyak orang khawatir akan konsekuensi destruktif dari perang nuklir.
Dampak dari perang nuklir, terutama serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, dirasakan oleh jutaan orang yang terkena dampak radiasi, leukemia, dan penyakit genetik. Perkembangan teknologi senjata nuklir dan peluncurannya menjadi isu global yang memicu diskusi tentang stabilnya keamanan global dan ancaman kehancuran bersama. Sejarah konflik antara kekuatan nuklir besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok juga menyoroti tantangan diplomasi global dan pertahanan nasional dalam menghadapi potensi kerusuhan nuklir.
Meskipun banyak negara memiliki akses ke teknologi nuklir, risiko dan biaya yang terlibat dalam pengembangan dan penggunaan senjata nuklir membuat banyak negara enggan untuk bergabung dalam “klub nuklir”. Pertanyaan etis dan legal seputar penggunaan senjata nuklir, serta dampak kemanusiaan yang mengerikan, menjadi perdebatan yang terus berkembang dalam diplomasi global.
Dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks dan ketegangan global yang semakin meningkat, diplomasi global dan kebijakan non-proliferasi senjata nuklir menjadi isu utama dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Upaya kolaboratif antara negara-negara besar dan badan internasional seperti PBB diperlukan untuk mengatasi ancaman perang nuklir dan mencegah konsekuensi destruktif yang mungkin ditimbulkannya. Melalui kesadaran akan sejarah pengembangan senjata nuklir dan pengalaman mengerikan yang disebabkannya, dunia dapat belajar dari kesalahan masa lalu untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan damai.