Rencana kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan Uni Eropa, IEU CEPA, ditargetkan akan selesai pada pertengahan tahun 2026 nanti setelah pembahasan finalisasi dalam pertemuan antara Menko Airlangga dan EU Commissioner for Trade and Economic Security Maroš Šefčovič di Brussels. Setelah 19 putaran negosiasi selama 9 tahun, kesepakatan telah dicapai antara kedua pihak. Implementasi kerja sama ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi ekspor RI, terutama komoditas unggulan seperti alas kaki, tekstil, minyak sawit, dan perikanan. Namun, hambatan masih dapat terjadi terutama terkait kebijakan antideforestasi yang dikeluarkan oleh Uni Eropa seperti EUDR dan RED II.
Pihak Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan bahwa kendala masih ada terutama terkait ekspor sawit ke Uni Eropa. Meskipun IEU CEPA memberikan fasilitas bebas tarif untuk ekspor Indonesia, namun hambatan non-tarif seperti EUDR dan RED II masih perlu diatasi. Sebagai tindak lanjut, pihak GAPKI telah menyampaikan posisinya kepada pemerintah terkait hambatan tersebut.
Komisioner Maroš menjanjikan perlakukan khusus bagi Indonesia terkait kebijakan deforestasi yang diharapkan akan memberikan dampak positif bagi ekspor produk hasil hutan Indonesia. Demi menyelesaikan perbedaan pandangan, pemerintah Indonesia telah meminta kejelasan standar terkait EUDR kepada Uni Eropa. Perundingan IEU CEPA sendiri telah dimulai sejak 2016 dan diharapkan selesai pada tahun 2026. Di samping itu, implementasi EUDR juga menjadi salah satu fokus utama yang perlu diselesaikan untuk memastikan kelancaran ekspor produk hutan Indonesia ke Uni Eropa.