Perusahaan e-commerce asal China, Temu, mengalami dampak dari perang dagang antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Akibatnya, Temu tidak lagi dapat mengirimkan barang pesanan pelanggannya di AS secara langsung karena perubahan aturan pemerintah terkait pengiriman barang bernilai rendah. Sebagai gantinya, Temu telah mengubah model bisnisnya dengan hanya menampilkan produk yang dikirim dari gudang-gudang di AS, sementara produk dari China yang sebelumnya banyak tersedia sekarang diberi label sebagai stok habis.
Temu terkenal di AS karena menawarkan barang-barang dengan diskon tinggi yang dikirim langsung dari China, dengan harga yang rendah karena memanfaatkan aturan de minimis yang memungkinkan barang senilai US$ 800 atau kurang masuk ke AS tanpa bea masuk sejak 2016. Namun, dengan berakhirnya de minimis dan penerapan tarif baru oleh Trump, Temu terpaksa menaikkan harga, berhenti melakukan periklanan daring yang agresif, dan mengubah pilihan barang yang tersedia untuk pembeli di AS.
Untuk mengatasi perubahan ini, Temu telah merekrut penjual lokal untuk bergabung dengan platform mereka dan memastikan bahwa harga untuk pembeli AS tetap stabil. PDD Holdings, perusahaan induk Temu, juga telah membangun inventaris di AS untuk menyiasati ketegangan perdagangan dan penghapusan de minimis. Selain Temu, perusahaan e-commerce China lainnya seperti Shein juga mulai menaikkan harga dan menyertakan tarif dalam harga barang yang dibayarkan oleh konsumen.
Meskipun banyak penjual pihak ketiga di Amazon mengandalkan produsen China untuk produk mereka, upaya pemerintah Trump dan Biden untuk membatasi ketentuan de minimis telah menciptakan ketidakpastian di pasar e-commerce. Meski begitu, kedua pihak memiliki pro dan kontra terkait keberlangsungan aturan ini, dan perubahan dalam dinamika perdagangan internasional tampaknya akan berdampak pada industri e-commerce secara global.