Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mewajibkan penggunaan Harga Batu Bara Acuan (HBA) mulai 1 Maret 2025 untuk ekspor, namun keputusan ini tidak disambut hangat oleh sejumlah pembeli di Tiongkok, pasar utama Indonesia. Penolakan ini berpotensi merugikan upaya Indonesia dalam meningkatkan nilai ekspor batu bara. Meski demikian, setelah hampir dua bulan kebijakan itu diterapkan, mayoritas pembeli Tiongkok masih enggan menggunakan HBA dan lebih memilih menggunakan Indeks Batubara Indonesia (ICI) lama. Menurut Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), sebagian besar eksportir juga belum menggunakan harga tersebut karena pembeli lebih mengenal mekanisme penetapan harga ICI. Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, menyatakan bahwa pemerintah sedang melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut untuk melihat dampaknya. Indonesia, sebagai eksportir batu bara termal terbesar di dunia, masih menghadapi berbagai tantangan dalam menetapkan harga ekspornya ke Tiongkok, serta dalam mereformasi industri pertambangan dan meningkatkan pemrosesan sumber daya mineral di dalam negeri. Meskipun patokan baru tersebut dimaksudkan untuk mulai diterapkan pada perdagangan spot, eksportir diharapkan tetap menghormati kontrak jangka panjang yang menggunakan patokan ICI. Selain itu, melemahnya permintaan di Cina dan India juga turut melemahkan kekuatan penetapan harga Indonesia.
Ekspor Batu Bara RI dengan HBA: Permintaan dari China Menurun
