Gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Asia Tenggara, khususnya di Myanmar dan Thailand, menimbulkan kekhawatiran bagi banyak orang. Gempa berkekuatan magnitudo 7,7, yang terjadi pada kedalaman 10 km, mengguncang kota Mandalay di Myanmar yang berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa. Dalam kurun waktu yang sangat singkat, gempa susulan berkekuatan 6,4 juga tercatat di lokasi terdekat, diikuti oleh beberapa gempa kecil.
Wilayah Asia Tenggara, termasuk di Thailand dan China, juga merasakan dampak gempa tersebut. Salah satu yang paling parah terkena dampak adalah Bangkok meskipun jaraknya cukup jauh dari pusat gempa. Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, kerusakan yang terjadi di Bangkok disebabkan oleh efek vibrasi periode panjang disebabkan oleh tanah yang lunak dan lapisan tanah yang tebal di wilayah tersebut.
Gempa ini terjadi sebagai akibat aktivitas Sesar Besar Sagaing dan memiliki mekanisme mendatar (strike-slip). Daryono mengungkapkan bahwa fenomena serupa terjadi pada tahun 1985 di Meksiko, di mana gempa dahsyat berpusat di pantai Michoacan menimbulkan kerusakan besar di Mexico City. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memahami karakteristik tanah setempat dalam menghadapi potensi gempa bumi.
Selain dampak langsung, gempa yang terjadi di Myanmar dan Thailand juga dapat mempengaruhi kegempaan di wilayah Indonesia. Hal ini menegaskan urgensi untuk terus memperhatikan dan mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terkena gempa bumi.