Sejarah babi di Timur Tengah menarik untuk dipelajari, terutama dalam konteks larangan konsumsi babi dalam agama Islam. Penelitian dari Kiel University, Jerman, mengungkap bahwa domestikasi babi pertama kali terjadi di Mesopotamia sekitar 8.500 SM sebelum babi dibawa ke Eropa. Babak ini mengungkap bahwa masyarakat Timur Tengah mulai memelihara babi sebagai sumber makanan dari 5.000-2.000 SM sebelum kebiasaan makan babi mulai berubah pada sekitar 1.000 SM.
Beberapa teori menjelaskan peralihan ini, pertama adalah ancaman ekologi yang disebabkan oleh kebutuhan air besar dari babi dalam kondisi gurun kering di Timur Tengah. Marvin Harris menyebut bahwa menyediakan air dan pakan untuk babi menjadi terlalu banyak menyita sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Selain itu, babi tidak cocok dengan hidup nomaden karena kebutuhan airnya yang besar.
Teori kedua, yang diusulkan oleh Richard W. Redding, menyebut bahwa kemunculan ayam menjadi alternatif yang lebih efisien. Ayam membutuhkan air yang lebih sedikit dan lebih mudah diurus. Selain itu, ayam juga memberikan produk sampingan seperti telur, yang membuatnya menjadi sumber protein yang ideal.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, masyarakat Arab mulai memilih untuk menghidupi ayam sebagai hewan ternak daripada babi. Sejak itu, konsumsi babi mulai menurun di Timur Tengah. Meskipun masih ada penduduk yang mengonsumsi babi, kehadiran ayam sebagai sumber protein utama membuat babi tidak lagi menjadi fokus utama dalam pemeliharaan ternak.