Industri elektronika menjadi sorotan akhir-akhir ini karena banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi. Setelah Sanken, pabrikan Yamaha juga diketahui melakukan PHK terhadap pegawainya. Ketua Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat-Alat Listrik Rumah (Gabel), Oki Widjaja mengakui bahwa sektor ini tengah mengalami kesulitan. Menurutnya, kebijakan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang memungkinkan impor barang bebas masuk untuk dijual di dalam negeri menjadi salah satu penyebabnya. Oki juga mencatat bahwa faktor lain yang turut menurunkan kinerja sektor ini adalah kehadiran organisasi masyarakat (ormas) yang mengganggu kegiatan industri.
Bos pabrikan elektronika tersebut menyatakan bahwa premanisme ormas di kawasan industri telah menjadi masalah serius yang meresahkan karyawan dan menghambat proses produksi. Dampak dari kondisi ini sudah terasa, dengan rencana penghentian produksi PT Sanken Indonesia dan dua pabrik Yamaha. Seperti yang diungkapkan oleh Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz, PT Yamaha Music Product Asia di MM2100 Bekasi dan PT Yamaha Indonesia di Pulogadung, Jakarta akan berhenti beroperasi. Hal ini berpotensi mengancam nasib 1.100 pekerja yang bekerja di dua pabrik tersebut.
Menyikapi kondisi ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani mengkhawatirkan ketidakpastian hukum yang dapat membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia. Dia berharap pemerintah dapat mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk dalam menertibkan gangguan yang mengusik investor. Kondisi sektor elektronika yang sakit harus segera ditangani agar tidak berdampak lebih luas pada perekonomian nasional.