Menurut pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono, usulan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy untuk menggunakan beras jagung sebagai opsi dalam program makan gratis dianggap kurang tepat. Menurut Bambang Haryo Soekartono, produksi jagung di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan nasional, termasuk untuk konsumsi masyarakat dan pakan ternak. Dengan kebutuhan nasional jagung sebesar 15.7 juta ton per tahun dan produksi sebesar 13.79 juta ton, Indonesia masih harus mengimpor sekitar 1.2 juta ton jagung setiap tahunnya.
Bambang Haryo Soekartono juga menyatakan bahwa harga jagung di Indonesia merupakan yang termahal di dunia, mencapai Rp. 5.000 – Rp. 8.000 per kilogram, lebih tinggi daripada harga internasional sebesar Rp. 4.372 per kilogram. Dia menekankan bahwa Menko PMK seharusnya lebih memperhatikan upaya menurunkan harga pangan seperti jagung agar murah. Penurunan harga jagung ini diharapkan dapat membuat harga ayam dan telur juga menjadi lebih terjangkau, mengingat masyarakat di Jawa dan Sumatera gemar mengonsumsi kedua jenis pangan tersebut.
Bambang Haryo Soekartono juga menyarankan agar pemerintah melakukan kajian yang lebih mendalam terkait ketersediaan dan minat masyarakat terhadap konsumsi nasi jagung, terutama dalam konteks program makan gratis. Dia menyoroti bahwa proses memasak nasi jagung membutuhkan kesabaran dan waktu yang lebih lama daripada nasi putih, serta nasi jagung juga lebih mudah busuk. Jika pemerintah ingin melakukan diversifikasi pangan ke nasi jagung, maka perlu adanya peningkatan produksi jagung di Indonesia agar tidak terus mengandalkan impor. Pemerintah juga diharapkan dapat menjaga agar harga jagung bisa lebih bersaing dan terjangkau, terutama untuk program makan gratis bagi anak sekolah.