Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menuai kontroversi dengan menandatangani perintah eksekutif yang menerapkan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Keputusan tersebut diambil setelah pertemuan Trump dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di mana ICC mengeluarkan surat penangkapan terhadap Netanyahu atas dugaan kejahatan perang di Gaza. Langkah Trump ini sebelumnya dicabut oleh mantan Presiden AS, Joe Biden.
Perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump membuat ICC menjadi target sanksi karena dianggap tidak berdasar dan menargetkan AS dan Israel. Dampak dari keputusan ini berupa pembatasan keuangan dan visa bagi individu serta keluarganya yang terlibat dalam penyelidikan ICC terhadap AS dan sekutunya. Meskipun AS bukan anggota ICC, langkah serupa sebelumnya diambil oleh DPR AS terhadap Israel, yang mendapat kecaman keras dari lembaga tersebut.
ICC sendiri telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Netanyahu pada bulan November 2024, menjadikan statusnya sebagai buronan. Selain Netanyahu, ICC juga mengeluarkan surat penangkapan yang sama terhadap mantan menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant, serta kepala Militer Hamas, Mohammed Deif. Dalam surat penangkapan tersebut, Netanyahu dituduh bertanggung jawab atas kejahatan perang seperti penganiayaan terhadap penduduk sipil, pengerahan serangan terintentionallyolu, dan pengrusakan barang-barang vital bagi kelangsungan hidup penduduk sipil di Gaza.
Keputusan Trump untuk memberlakukan sanksi terhadap ICC memberikan dampak besar terhadap hubungan AS dengan lembaga internasional tersebut, serta menambah ketegangan dalam isu perang di Gaza dan Timur Tengah secara keseluruhan.