Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Sri Mulyani Indrawati berencana untuk mengurangi penerbitan utang pada tahun 2025. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi beban utang yang terjadi akibat permasalahan global. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menegaskan pentingnya melakukan pembiayaan utang secara prudent dengan cost of fund yang dapat diterima dan risiko yang terkelola dengan baik.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah prefunding atau menerbitkan surat berharga negara sebelum tahun anggaran dimulai dalam APBN 2025. Total prefunding yang telah dilakukan mencapai Rp 85,9 triliun, yang diharapkan dapat mengurangi penerbitan utang pada tahun mendatang. Selain itu, Bank Indonesia juga sepakat untuk melakukan debt switch sebesar Rp 100 triliun untuk pembiayaan Covid-19.
Dengan adanya catatan sisa lebih pembiayaan anggaran atau Silpa sebesar Rp 45,4 triliun dari APBN 2024, serta Saldo Anggaran Lebih (SAL), diharapkan dapat menjadi bantalan kebutuhan pelaksanaan APBN 2025. Dengan defisit APBN 2025 sebesar 2,53% dari produk domestik bruto, diperlukan pembiayaan utang sebesar Rp 775,87 triliun dan pembiayaan non utang sebesar Rp 159,7 triliun.
Total penerbitan SBN cenderung lebih rendah dibandingkan target pada 2024, sementara pinjaman neto naik dari target sebelumnya. Pinjaman terdiri dari Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri, yang digunakan untuk berbagai kegiatan di dalam negeri. Semua langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi beban utang pada tahun-tahun berikutnya dan memastikan kestabilan ekonomi Indonesia.