Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat bahwa aturan terkait kemasan rokok di Indonesia sebaiknya tidak mengacu pada Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC). Hal ini karena FCTC bukan lembaga standar internasional yang berwenang menetapkan standar kemasan rokok, termasuk aturan kemasan rokok polos.
Angga Handian Putra, Negosiator Perdagangan Ahli Madya Kemendag, menjelaskan bahwa ketentuan dalam FCTC tidak secara spesifik mengatur kebijakan kemasan polos pada rokok, sehingga FCTC bukan lembaga standar internasional yang berhak membuat standar kemasan polos. Menurutnya, ketentuan dalam FCTC bersifat umum dan tidak dapat dianggap sebagai standar seperti yang diatur dalam perjanjian WTO (World Trade Organization), khususnya Technical Barrier to Trade Agreement.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sedang merancang aturan pelaksana Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang mengatur bahwa kemasan rokok harus memenuhi standar yang ditentukan pemerintah. Aturan ini termasuk mengatur ukuran dan warna kemasan, serta hanya boleh mencantumkan peringatan kesehatan tanpa logo merek rokok.
Angga menekankan bahwa Indonesia tidak bisa secara langsung mengadopsi kebijakan kemasan polos yang diterapkan di Australia, karena struktur pasar kedua negara berbeda. Dia juga mencatat bahwa Australia melalui proses panjang dalam merumuskan kebijakan kemasan polos untuk produk tembakau.
Angga berharap Kementerian Kesehatan dalam mengembangkan konsep kebijakan kemasan polos harus didukung oleh bukti ilmiah dan mempertimbangkan ketentuan yang ada dalam WTO.